Kasus Korupsi DAK Dinkes Parepare Pasca Penggeladahan Rumah Eks Pejabat hingga kini belum ada Perkembangan di Polda Sulsel

Mapolda Sulsel

BERANDANEWS – Parepare, Kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Kesehatan Kota Parepare tahun 2017-2018 yang merugikan negara Rp6,3 miliar mandek di Polda Sulsel.

Sejak penggeledahan rumah Eks Kabag Pembangunan Kota Parepare dan Kantor Dinas Kesehatan, 19 Juli 2024 lalu, hingga kini kasusnya masih ditangan Polda Sulsel, padahal Kasus korupsi Dinkes Parepare ini muncul di permukaan pada 2019 lalu.

Sejumlah nama yang terseret dalam kasus ini, yakni mantan Kepala Dinas Kesehatan Parepare dr Muh Yamin dan bendaharanya Sandra.

Kasus korupsi melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp40 miliar dari pusat tahun anggaran 2017-2018, yang diperuntukkan untuk berbagai kegiatan, seperti pembinaan Posyandu, pelayanan pengobatan tradisional, pemantauan wilayah, peningkatan imunisasi, pencegahan penyakit kanker, Call Center, Kota Sehat, hingga pemeliharaan kendaraan dan listrik/PAM.

Pada tahun 2018, aparat penegak hukum (APH) menduga adanya dugaan korupsi di Dinkes Parepare, dana tersebut diduga raib sebesar Rp2,9 miliar. Namun belakangan bertambah Rp 6,3 miliar sesuai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat itu.

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar, Djusman AR, meminta kejelasan kasus korupsi merugikan negara mencapai Rp6,3 miliar yang hingga kini belum ada perkembangan.

“Meskipun perkara tersebut telah berstatus inkrah seperti dalam tuntutan telah divonis bersalah, dengan beberapa tersangka yang kemudian menjadi berstatus terpidana, namun pada perkembangannya penyidik menemukan fakta baru, maka itu bukan keliru, ini membuktikan untuk dilakukan pengembangan,” tutur Djusman, dalam keterangan yang diterima.

Djusman menilai setelah penyidik melakukan penggeledahan terhadap oknum, namun pertanyaan besar karena pengeledahan itu tidak pernah diketahui perkembangannnya, sehingga ini yang harus dibuka ke pablik.

“Kita tidak ingin jangan sampai penggeledahan ini tidak jelas. Apa motifnya? Karena yang kita pahami kan, penggeledahan itu dilakukan tentu karena penyidik berpendapat atau telah menemukan fakta-fakta baru yang belum terbuka pada penanganan perkara sebelumnya yang menyatakan putusan terhadap beberapa orang, kan begitu! Nah inilah yang dituntut oleh publik,” kata Djusman.

Selaku pegiat anti korupsi, Djusman menyebut tidak ada alasan bagi penyidik, khususnya Polda Sulsel

“Kami meminta ataupun mendesak penyidik polda atau kapolda untuk menjawab ini,” tegasnya.

Ia menambahkan, jika memang hasil penggeledahan itu dinyatakan tidak cukup bukti, tetap harus ada kepastian hukum, kalau unsur tidak terpenuhi, hentikan atau jawab atau SP3.

“Namun jika buktinya memang cukup, lanjutkan. Kita tidak ingin, jangan sampai penggeledahan itu dilakukan kurang lebih atau seolah-olah hanya ingin melakukan gertakan (menakut-nakuti). Jadi apapun tindakan hukum yang dilakukan, karena memang kasus ini menarik. Menariknya karana sebelumnya sudah inkrah, tapi kemudian di belakang ada tindakan hukum yang menyusul dan melakukan penggeledahan,” terangnya.(*)