Tradisi Pallipa Putewe yang menyimpan kisah Mistis

Makam Pallipa Putee, di Dusun Katteong Kecamatan Mattiro Sompe Kabupayen Pinrang

BUDAYA | Tradisi Pallipa Putewe adalah sebuah tradisi ziarah kubur yang dilakukan di Dusun Katteong Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, yang identik dengan sosok berpakaian serba putih. Sosok tersebut, Pallipa Putee atau Pallipa Pute, dipercaya sebagai seorang wali dan penyebar agama Islam.

Tradisi ini melibatkan ziarah ke makam Pallipa Putee dan membawa kain kafan putih untuk mendapatkan berkah.

Tradisi Pallipa Putewe memiliki makna yang dalam, yaitu sebagai bentuk rasa syukur, harapan akan keberkahan, dan penghormatan terhadap sosok yang dianggap suci dan berpengaruh dalam penyebaran Islam.

Peninggalan Pallipa Pute’e atau Pallipa Pute berupa sumur yang dipercaya warga setempat membawa berkah.

Konon sumur ini dijaga sosok ular penunggu, sebab tidak boleh sembarang orang yang mengambil air di dalam sumur tersebut.

Air dari sumur Pallipa Pute’e sangat dipercaya menyimpan berkah, dan juga digunakan sebagai obat.

Air dari sumur dipercaya membawa keberkahan, karena sumur itu dibuat langsung oleh sosok ulama penyebar Islam di Kabupaten Pinrang, yang diberi gelar Pallipa Pute’e.

Setiap hari Senin dan Kamis, dari berbagai daerah datang berkunjung ke makam Pallipa Pute’e.

Pengunjung yang ingin masuk ke makam, harus mencuci kakinya dari air sumur yang telah disediakan pengelola makam.

Selain itu, untuk menyucikan diri sebelum masuk ke makam, terkadang air sumur juga dibawa pulang para peziarah. Sebab, air dari sumur yang dibuat ulama penyebar Islam di Pinrang, dipercaya membawa berkah.

Walau dipercaya membawa berkah, ternyata sumur ini juga menyimpan kisah mistis, yakni ada sosok ular penunggu di dalam sumur.

Namun menurut warga sekitar, yang boleh mengambil air dari sumur tersebut hanyalah keturunan dari Pallipa Pute’e, atau juru kunci makam.

Kejadian Mistis
Dari informasi yang didapat pernah suatu waktu ada kejadian lain terjadi. Kala itu proses Maddoa’ atau prosesi adat, air sumur tersebut menjadi kotor dan berlumpur. Belakangan diketahui, hal itu terjadi karena ada anak kecil yang menimba air, bukan dari keturunan Pallipa Pute’e.

Sumur itu kembali bersih setelah sosok keturunan kepercayaan dari Pallipa Pute’e mengambil air. Setelah itu, air dari sumur itu kembali seperti semula.

Sumur tersebut dipercaya dibuat oleh Pallipa Pute’e. Pallipa Pute mulai menggali sumur setelah tiba di Kampung Katteong.

Air sumur juga tidak pernah kering atau meluap. Masyarakat pun percaya hal tersebut, telah menjadi penanda, air sumur itu menyimpan berkah.

Timba yang dipakai sejak dahulu hingga sampai sekarang, wajib menggunakan daun nipah, tali timba harus terbuat dari anyaman daun nipah.

Tak ada keterangan khusus terkait hal tersebut, tetapi tetap dijaga hingga saat ini oleh para keturunan Pallipa Pute.(*)