Pandemi COVID -19 terus memotivasi para peneliti untuk mencari Obat yang efektif untuk penanganan pasien corona. Seperti di New York, AS, peneliti tengah melakukan uji klinis untuk kemanjuran obat maag yang dikombinasikan dengan obat malaria, hydroxycloroquine.
Ada lebih dari 150 orang sejauh ini terlibat dalam penelitian yang dimulai awal April tersebut. Penelitian dilakukan oleh Feinstein Institutes for Medical Research, the research arm of Northwell Health.
Menurut laporan New York Post, peneliti tengah berusaha mencari tahu apakah famotidine, senyawa aktif yang terkandung di dalam obat Pepcid mampu bekerja baik dalam menghambat infeksi COVID-19. Cara kerja obat ini tak jauh berbeda dengan memblokir replikasi HIV/AIDS.
Pasien dalam penelitian ini diberikan obat sakit maag secara intravena yang dikombinasikan dengan hydroxychloroquine. Menurut Wakil Presiden dan Kepala Petugas Medis Northwell, David Battinelli, penelitian dilakukan di 3 rumah sakit berbeda, yaitu Northwell’s North Shore University Hospital, Long Island Jewsih Medical Center, dan Lenox Hill Hospital.
Para peneliti diketahui pada awalnya hanya ingin menguji famotidine tunggal, tetapi dengan begitu banyak pasien yang dirawat dan diberikan hydroxychloroquine, mereka tak punya banyak subjek penelitian.
“Mereka yang menggunakan kombinasi obat akan dibandingkan dengan kelompok yang hanya menggunakan obat antimalaria, hydroxychloroquine, dan kelompok kontrol,” tulis peneliti dalam laporannya.
Menurut Presiden Donald Trump, Hydroxychloroquine masih cukup efektif untuk mengatasi infeksi COVID-19. Padahal, beberapa sumber mengatakan obat ini malah membunuh pasien COVID-19.
Battinelli mengatakan, secara anekdot obat maag menjanjikan dan karena itu, dia berharap penelitian ini bisa dilakukan oleh pasien dengan jumlah yang lebih besar, mungkin di angka 1.250 pasien COVID-19.