Ombudsman akan panggil Mentan SYL, Ada apa?

118
Ilustrasi Peti Kemas dan Kontainer

BERANDANEWS – Jakarta,  Sebanyak 400 kontainer produk hortikultura tertahan di pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan sejak 4 September 2022 lalu.

Dengan alasan tersebut, Ombudsman RI akan memanggil Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menjelaskan, pemanggilan itu menyangkut nasib sekitar 400 kontainer produk hortikultura yang tertahan di pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan. Kontainer-kontainer itu ditahan oleh Badan Karantian Pertanian Kementerian Pertanian (Barantan Kementan).

“Penahanan produk impor ini, lantaran importir belum mengantongi dokumen Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Hingga 20 September 2022, total kerugian importir diperkirakan mencapai Rp. 10 miliar dan total nilai barang mencapai Rp. 100 miliar,” kata Yeka dalam keterangan tertulis, Rabu (21/9).

Pihak Ombudsman telah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap Barantan Kementan, Ditjen Hortikultura Kementan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kementerian Perdagangan), Kemenko Perekonomian hingga pemeriksaan lapangan (sidak) ke Pelabuhan Tanjung Priok pada Senin (19/9).

“Dalam rangka penyelesaian laporan masyarakat dan guna mendukung kemudahan serta kelancaran iklim usaha pada masyarakat, besok Ombudsman melakukan pemanggilan terhadap Menteri Pertanian untuk hadir secara langsung tanpa diwakilkan. Guna memberikan solusi atas permasalahan dimaksud,” kata Yeka.

Menurut Yeka, Kemendag dan Kemenko Perekonomian telah sejalan menyampaikan solusi atas permasalahan ini. Dengan mendorong pemberian kebijakan maupun diskresi atau relaksasi berupa penundaan pemberlakuan Permentan No 5/2022 tentang Pengawasan RIPH terhadap Persetujuan Impor (PI) yang terbit sebelum diterbitkan Permentan tersebut.

“Dari hasil pemeriksaan sementara, terdapat tumpang tindih regulasi mengenai persyaratan impor produk hortikultura. Yaitu Permentan 39/2019 jo Permentan 2/2020 jo Permentan 5/2022 dengan Permendag 20/2021 jo Permendag 25/2022,” ujarnya.

“Tumpang tindih regulasi ini menyebabkan tidak jelasnya prosedur pelayanan publik dalam importasi produk hortikultura. Hingga merugikan masyarakat, khususnya pelaku usaha atau importir yang mengakses layanan. Hal ini tidak sesuai dengan standar pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 21 UU No 25/2009 Tentang Pelayanan Publik,” tambahnya.

Menurut Yeka, penanganan ini merespons laporan pada 9 September 2022 yang masuk ke Ombudsman. Yang menyampaikan pengaduan dan keberatan atas penahanan produk impor hortikultura oleh Barantan dengan alasan tidak RIPH di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Belawan.

“Padahal mereka sudah memiliki Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kemendag. Pelapor merupakan importir yang mengimpor produk hortikultura
seperti jeruk mandarin, lemon, anggur, cabe kering, dan lengkeng,” pungkas Yeka.((*)