BERANDANEWS – Palopo, Seorang mahasiswi inisial ST (19) diamankan pihak kepolisian setelah dilaporkan terkait dugaan pengedaran uang palsu di sebuah warung di Kota Palopo.
Dari tangan terlapor, polisi menyita beberapa alat sederhana pencetak uang tersebut.
Namun ST masih berstatus saksi karena menunggu pemeriksaan barang bukti uang diduga palsu oleh Bank Indonesia (BI).
Polisi menyita barang bukti dari tempat tinggal ST yang berada di kos-kosan Perumahan Permata Hijau, Jalan Camar VII Blok B9, Kelurahan Bara.
Barang bukti yang berhasil diamankan yakni printer Epson L3210, gunting, kertas A4, handphone, dan tisu.
Menurut keterangan Polisi, kejadian tersebut bermula ketika ST berbelanja di sebuah warung di Jalan Garuda, Kelurahan Rampoang, Kecamatan Bara, Palopo pada Rabu (4/6). Mahasiswi tersebut awalnya membawa pecahan Rp 100.000 dan digunakan membeli tisu.
“Peristiwa bermula saat ST membeli satu bungkus tisu seharga Rp 13.000 di Kios Rezky dengan menggunakan selembar uang pecahan Rp 100.000 dan menerima kembalian sebesar Rp 87.000. Setelah itu, terlapor kembali ke warung yang sama dengan membawa lagi selembar uang Rp 100.000. Terlapor kemudian meminta tolong kepada pemilik warung untuk menukar uangnya dengan pecahan Rp 50.000,” ujar kata Kasat Reskrim Polres Palopo Iptu Sahrir.
Karena curiga, istri pemilik warung saat membuka laci dan membandingkan uang yang digunakan oleh terlapor dengan uang milik pribadi mereka dan menemukan kedua uang pecahan Rp 100.000 tersebut tampak berbeda dari uang asli
“Kecurigaan muncul saat istri pemilik warung saat membuka laci dan membandingkan uang yang digunakan oleh terlapor dengan uang milik pribadi mereka. Ternyata, kedua uang pecahan Rp 100.000 tersebut tampak berbeda dari uang asli dan setelah diteliti lebih lanjut, diduga kuat uang tersebut palsu,” terangnya
Pemilik warung akhirnya melaporkan insiden yang dialami kepada pihak kepolisian Polres Palopo.
Usai mendapat laporan, kemudian dilakukan penyelidikan. Namun pihak kepolisian Polres Palopo memutuskan untuk tidak menahan mahasiswi tersebut dan memulangkannya pada Senin (9/6).
Menurut Sahrir, pihaknya hanya mengenakan wajib lapor kepada mahasiswi tersebut, dan pihaknya tetap melakukan penyidikan mendalam terkait kasus tersebut.
“Terlapor tidak kami tahan karena ada permohonan dari pihak keluarga dan penilaian bahwa dia bersikap kooperatif. Namun proses hukum tetap berjalan, dan ia wajib lapor dua kali seminggu selama penyidikan berlangsung,” jelasnya. (*)