Dialog Masa Depan Demokrasi, Fahri Bachmid : Sistem Proporsional Tertutup dapat menghasilkan Pemerintahan yang Produktif

66
Dialog yang digelar oleh Ikatan Alumni Jogja (IKAJO) yang bertajuk "Ngobrol Pintas Ikajo Sulsel" yang mengangkat tema Masa depan demokrasi dalam perspektif terbuka versus proporsional tertutup yang digelar di Kedai Sayidan Jalan Pengayoman Makassar

BERANDANEWS – Makassar, Wacana untuk memakai sistem proporsional tertutup pada Pemilu Legislatif 2024 menuai pro dan kontra. Antarpartai politik di parlemen terbelah dalam menyikapi munculnya isu ini. Dalam istilah hukum pemilu, sistem proporsional tertutup merupakan sistem pemilu di mana keterpilihan wakil rakyat didasarkan pada nomor urut yang ditentukan oleh partai politik. Pemilih hanya memilih partai politik dan penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut. Dan Sistem proporsional terbuka merupakan sistem pemilu di mana pemilih memiih langsung wakil-wakil legislatifnya. Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja.

Hal tersebut mengemuka saat Dialog yang digelar oleh Ikatan Alumni Jogja (IKAJO) yang bertajuk “Ngobrol Pintas Ikajo Sulsel” yang mengangkat tema Masa depan demokrasi dalam perspektif Sistem proporsional terbuka versus proporsional tertutup yang digelar di Kedai Sayidan Jalan Pengayoman Makassar, Rabu (18/1).

Dialog ini menghadirkan narasumber Kuasa Hukum Pihak Terkait Juducial Review Sistem Proporsional, Dr. Fahri Bachmid, SH, MH,  Akademisi dan Dekan Fakultas Sospol Unhas, Dr. Phil Sukri Tamma, M.Si dan dipandu Ketua Departemen Hukum dan HAM IKAJO yang juga sebagai Wakil ketua Ippat Sulsel, Dedy Ardiansyah, SH. MKn.

Dr. Fahri Bachmid, SH, MH dalam pemaparannya menyampaikan awal mula pelaksanaan sistem proporsional tertutup yang dinilai mampu melahirkan negarawan sejati pada pemilu pertama tahun 1955 hingga tahun 1999. Ia menilai sistem proporsional tertutup dapat menghasilkan pemerintahan yang produktif. Sedangkan Sistem Proporsional terbuka sejak diberlakukan pada tahun 2004 hingga 2019 menghasilkan kemerosotan produktifitas di pemerintahan. Dengan sistem proporsional terbuka yang selama ini sangat terbuka untuk terjadinya “money politic”, sehingga hanya menguntungkan kepada pemilik modal. Artinya, potensi politik uang di internal partai semakin terbuka.

“Tahun 2004 sampai dengan 2019 catatan sejarah kita simpulkan bahwa sesungguhnya kita dalam menerapkan sistem proporsional terbuka, politik uang menjadi kesempatan terjadinya transaksional didalam masyarakat” jelasnya.

Selain itu, kelemahan sistem proporsional tebuka, di antaranya biaya politik yang tinggi dan rawan terjadinya benturan persaingan antara caleg dan parpol. Begitupun dalam sistem lain seperti sistem tertutup, potensi benturan persaingan pun juga sangat terbuka dan kursi parlemen dapat diperjualbelikan serta dimanfaatkan oleh orang-orang yang dekat dengan pimpinan parpol. Dan tiap sistem punya kelebihan dan kekurangan.

Terkait perkembangan pengajuan untuk dilakukan Pengujian atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Fachri Bachmid menjelaskan keenam penggugat, saat ini gugatannya telah ter-registrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 sejak tanggal 16 November 2022.

“Gugatan nya saat ini telah diterima oleh pihak MK untuk di uji. Soal nantinya diterima atau ditolak sejauh ini kan perkaranya sudah masuk pada pemeriksaan persidangan di Mahkamah Konstitusi” jelas Ahli tata negara ini.

Sementara Dr. Phil Sukri Tamma, M.Si menilai Sistem Proporsional terbuka dapat melahirkan persaingan diinternal partai atau diluar partai peserta pemilu, dan terkesan sulit untuk dikontrol. Dan sebaliknya dengan Sistem Proporsional tertutup terkesan simpel dan memudahkan partai dalam mengontrol kadernya.

“Kita harus melihat konteks yang komperensif, baik sistem proporsional terbuka atau tertutup, kita harus obyektif, memang diskusi ini sekali lagi kemudian akan sampai pada ujung-ujungnya kita harus mengambil langkah aksiologis begitu dalam langkah praktis tapi paling tidak apapun yang kita putuskan kita tidak saling menyalahkan, masing-masing pasti punya justifikasi” jelasnya.(*)