BERANDANEWS – Makassar, Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka menunjukan tingkah tak biasa saat menanggapi jawaban dari Cawapres nomor urut 1 dan 3.
Sejumlah gimik Gibran dalam debat keempat pilpres tersebut terkesan melecehkan.
Hal tersebut diungkapkan Akademisi UIN Alauddin Makassar, Ibnu Hajar Yusuf, Senin (22/1).
“Gibran blunder lagi dan lagi dengan gaya saat menjawab dengan gimik lagi, ini bisa jadi untuk menutupi ketidakmampuan dalam menjawab pertanyaan capres 1 dan 3, sekali lagi gimik dan narasi kurang beretika dari sosok gibran dalam memberi jawaban dan tidak relevan seolah olah mewakili anak muda pada hal 0 besar'”, ujarnya.
Dalam debat tersebut, Gibran dan Mahfud juga sempat terlibat aksi saling sindir saat sesi tanya jawab. Salah satunya saat Gibran melontarkan pertanyaan tentang greenflation, istilah yang merujuk pada kenaikan harga akibat peralihan ke ekonomi hijau.
Pertanyaan itu mendapat respons miring dari Mahfud karena menganggap Gibran hanya memberi pertanyaan menjebak.
Dari sesi tersebut, Hajar menilai Gibran keliatan culas dan tak beretika. Mestinya tidak dipertontonkan diruang publik seperti debat, dan hal ini tak pantas di tiru.
“Anak ingusan seumur jagung yang terkesan tidak melihat lawan debat, yaa beginilah jadinya, khalayak ramai berharap panggung debat ini sebagai arena adu gagasan, konsep strategi dalam membangun, memajukan bangsa dan negara dengan narasi, diksi dan argumentasi yang dikemas apik dan menarik sehingga keliatan nilai kualitas panggung debatnya. Kemudian hadirnya Gibran ini malah mencederai, merusak arena debat karena seolah-olah menjadi virus melalui narasi yg ngawur dan gimik yang dibuat-buat keliatan tidak beretika, harusnya Gibran ini dikembalikan ke bangku sekolah dasar belajar dasar-dasar etika sopan santun”, tegas Mantan Koordinator BEM Se Makassar ini.
Selain itu, gimik saling menjatuhkan dalam debat hanya mencontohkan etika politik yang buruk terutama bagi anak muda.
Dia mengaku tak ingin aksi saling menjatuhkan justru memberikan contoh bahwa anak muda tak lagi memiliki rasa hormat.
“Anak muda tidak punya etika. Justru, mereka yang merasa mewakili anak muda justru harus menunjukkan bahwa anak muda itu punya etika, anak muda itu bisa mengekspresikan dirinya dengan penuh hormat kepada orang lain, jangan ekpresi songongnya yg ditonjolkan memtang-mentang ada dilingkaran kekuasaan yg berkuasa”, kata Hajar.
Secara tegas Hajar menilai perilaku dari pertanyaan hingga jawaban Gibran tidak dapat diterima dengan akal sehat.
“Saya coba merasionalisasi perilaku dia yang begitu, dengan berbagai pendekatan, Gibran seakan akan jawabannya tidak bisa di terimaa akal sehat, apalagi bangga dgn gayanya seperti itu yang tidak beretika, aduh ampun dan malu kita” jelasnya.
“Kemudian saat memberi kesimpulan umum yang digunakan terkesan tidak berisi, bahasa anak, generasi milenial memang krisis adab, miskin etika, kering akan pemahaman nilai dan norma etik”, tambahnya.(*)