BERANDANEWS – Makassar, Pj Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin, memimpin Rapat Koordinasi Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Gubernur, Kamis, (12/10).
Diketahui, El Nino berdampak pada kekeringan ekstrem yang mengakibatkan tingginya resiko kebakaran hutan dan lahan.
“El Nino memicu perubahan pola cuaca di seluruh dunia, termasuk di Sulawesi Selatan. Salah satu dampak utama dari El Nino adalah peningkatan risiko kebakaran hutan dan lahan,” kata Bahtiar.
Ia menjelaskan, suhu yang lebih tinggi dan curah hujan yang rendah yang disebabkan oleh El Nino menciptakan kondisi yang sangat rentan terhadap kebakaran. Ini adalah masalah serius yang memerlukan perhatian bersama.
“Kebakaran hutan dan lahan bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga berdampak besar pada kesehatan masyarakat, ekonomi, dan kehidupan sehari-hari. Kita semua harus menyadari bahwa kita tidak bisa hanya menyalahkan alam atas bencana ini. Sebagian besar kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh tindakan manusia, seperti pembakaran sampah dan pembukaan lahan dengan cara membakar,” ungkapnya.
Berdasarkan laporan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, luas area yang terbakar hingga awal Oktober 2023 mencapai 284,45 hektare yang tersebar di sembilan kabupaten. Antara lain di Kabupaten Luwu Timur seluas 55,5 hektare, Jeneponto seluas 37,19 hektare, Tana Toraja 13,8 hektare, Toraja Utara 40 hektare, Gowa 37,6 hektare, Maros 22 hektare, Enrekang 20 hektare, Soppeng 20 hektare, Sidrap 10 hektare dan Bantaeng 28,36 hektare.
Kebakaran paling luas terjadi pada Areal Penggunaan Lain (APL) yang mencapai 185,59 hektare. Sementara untuk kawasan hutan, kebakaran tercatat hanya seluas 98,86 hektare.
“Kita tidak bisa tinggal diam. Pemerintah harus mengambil tindakan konkrit untuk mencegah dan mengatasi kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota serta seluruh kalangan masyarakat harus mengambil peran dalam menangani permasalahan tesebut,” terangnya.
Untuk menekan dan mengatasi permasalahan kebakaran hutan dan lahan, kata Bahtiar, perlu merancang langkah-langkah proaktif. Seperti, pengendalian operasional dalam sistem Satgas Patroli Terpadu di tingkat wilayah diperkuat dengan masyarakat; mengintensifkan program edukasi masyarakat; mendorong praktik-praktik berkelanjutan dalam pengelolaan lahan mencakup penghijauan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan; menciptakan peta risiko kebakaran hutan dan lahan untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang rentan; membangun sistem peringatan dini yang dapat memberikan informasi cepat tentang potensi kebakaran hutan dan memastikan informasi peringatan dini mudah diakses oleh masyarakat.
“Selain itu, kita juga harus mengingatkan diri kita sendiri akan dampak yang sebenarnya dari kebakaran hutan dan lahan. Kita tidak boleh lupa bahwa ini adalah masalah yang memengaruhi nyawa manusia, satwa liar, dan ekosistem kita. Ini juga merugikan ekonomi kita, terutama dalam sektor pertanian dan pariwisata,” pungkasnya.
Melalui Kegiatan Rapat Koordinasi Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan ini, Bahtiar berharap seluruh personel dan sarana prasarana pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang ada tetap disiagakan dan bekerja dengan baik sesuai mekanisme dan prosedur yang ada. Keberhasilan kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan terletak pada upaya pencegahan dan keterlibatan seluruh pihak dalam menanggulanginya. Oleh karena itu, seluruh pihak mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, TNI, POLRI, Perusahaan Pemegang ijin kehutanan, perusahaan perkebunan serta seluruh lapisan masyarakat bahu membahu melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan sesuai dengan kewenangan dan tanggungjawabnya masing-masing.
Bahtiar menambahkan, kawasan hutan ini memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan oleh masyarakat. Jika dimungkinkan, Budidaya pisang di kawasan hutan dapat memberikan manfaat ekonomi dan ekologi bagi masyarakat dan lingkungan.
Pisang adalah komoditas buah-buahan yang memiliki permintaan tinggi di pasar lokal maupun nasional. Pisang juga memiliki nilai gizi yang tinggi dan dapat diolah menjadi berbagai produk olahan yang bernilai tambah.
“Karena itu, saya mengajak seluruh pihak yang hadir di sini bersinergi untuk menyukseskan program budidaya pisang di Sulsel. Program ini merupakan salah satu upaya kami untuk mengentaskan kemiskinan, menangani stunting/gizi buruk, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan, serta mengendalikan inflasi,” pungkasnya.(*)