Tradisi Maulid Kaddo Minyak di Komunitas Adat Batu Bassi Maros

Tradisi Maulid Kaddo Minyak di Komunitas Adat Batu Bassi Maros (Foto: Wahyu Chandra)

BUDAYA – Pelaksanaan Maulid di komunitas adat Batubassi, Kabupaten Maros, juga cukup unik dan berbeda dengan daerah lain. Pelaksanaan Maulid ini menjadi ajang silaturahmi warga, baik yang masih ada di Batu Bassi ataupun yang tinggal di perantauan.

Perayaan Maulid ini pun biasanya akan mengundang warga-warga lain dari desa dan kecamatan tetangga. Para tamu akan mendapat perlakuan khusus, termasuk mendapatkan bingkisan Kaddo Minyak setelah acara tuntas.

Ka’do minyak merupakan salah satu jenis makanan yang hanya dijumpai saat perayaan maulid Nabi Muhammad SAW dilaksanakan di Sulawesi Selatan.

Ka’do minyak terbuat dari beras ketan yang dilumuri santan, diberi pewarna kunyit serta ditaburi bawang goreng.

Mengapa disebut ka’do minyak, karena makanan ini berminyak karena siraman santan.

Menurut filosofinya, ka’do minyak disebutkan sebagai simbol keutuhan keluarga dan keutuhan warga. Tampilannya yang menyatu dan tidak tercerai berai menjadikan makanan tradisional ini dihadirkan sebagai simbol kebersamaan. Selain itu ka’do minyak juga disimbolkan untuk memudahkan rezeki.

Tradisi maulid Kaddo Minyak ini adalah salah satu tradisi yang masih bertahan dari sejak ratusan tahun silam sejak masuknya Islam di abad 17. Konon, Batu Bassi ini dulunya merupakan pusat pendidikan spiritual di Sulsel. Tempat dididiknya anak-anak raja. Pelaksanaan maulid biasanya tepat pada 12 Rabiul Awal, namun terkadang diundur pada kondisi tertentu.

Pelaksanaan maulid ini bukan sekadar perayaan seremonial, namun juga sebagai perayaan kehidupan, ungkapan rasa syukur atas hidup dan limpahan hasil panen pertanian mereka. Warga juga meyakini pelaksanaan maulid akan membuat rezeki semakin lancar.

Maulid juga dianggap ajang untuk bersedekah dan menyambungkan hubungan yang terputus. Dalam perayaan Maulid ini mereka biasanya saling bertukar Kaddo Minyak.

Uniknya, karena pertukaran Kaddo Minyak ini dilakukan secara acak, sehingga mereka tidak bisa memilih dengan siapa mereka akan bertukaran.

Hal menarik lainnya dari perayaan Maulid ini, adalah isi dari kaddo minyak tersebut. Kalau dulunya hanya berupa songkolo atau nasi ketan, ayam, atau ikan dan telur, maka seiring perkembangan zaman, isinya mulai bercampur dengan makanan-makanan modern, seperti biskuit, permen, roti, fanta, coca-cola, dan lainnya. Bahkan ada juga yang menambahi dengan sarung, piring, panci, bahkan kipas angin.

Beragam bentuk dan isi Kaddo Minyak ini, akan menunjukkan status sosial pemiliknya. Semakin membaik status ekonomi maka Kaddo Minyak-nya pun semakin beragam dan mahal. Ada yang nilainya mencapai jutaan rupiah. Jenis barang yang dimasukkan dalam bungkusan adalah jenis makanan yang disenangi dan sering dikonsumsi.

Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika kaddo’ minynyak menjadi representasi dari masyarakat Bugis Makassar dan Mandar yang senang berkumpul dan bekerja sama. Selain itu, filosofi dari makanan kaddo’ minnyak yang teksturnya cenderung lengket dan saling menyatu, adalah gambaran dari kerukunan dan sikap persaudaraan yang tinggi masyarakat Sulawesi Selatan.(*)