Dalam suku Bugis Makassar, ada beberapa tahapan adat perkawinan yang harus ditempuh sebelum menikah. Dalam pernikahan bugis makassar ada beberapa prosesi adat yang mesti dilaksanakan, sesuai dengan adat istiadat dari turun temurun.
Berikut beberapa tahapan tersebut.
Ma’manu-manu/ A’ jagang-jagang
Sebelum melakukan proses lamaran atau melamar. Pihak keluarga dari calon mempelai pria melakukan penyelidikan mengenai calon mempelai perempuan. Seperti latar belakang, dan pendidikannya. Ini bertujuan untuk mengenal lebih dekat si calon menantu wanita.
A’suro/Massuro
Setelah melakukan pengenalan lebih dalam, barulah keluarga dari pihak laki-laki melakukan acara lamaran secara resmi.
Appa’nasa/Patenre
Setelah melakukan proses lamaran, maka dilakukan appa’nasa/patenre ada yaitu menentukan hari pernikahan, besarnya mas kawin dan uang belanja.
Appanai Leko Lompo (Erang-erang)
Setelah pinangan diterima secara resmi, maka dilakukan pertunangan yang disebut A’bayuang, dengan mengantarkan passio/passiko atau pattere (dalam bahasa Bugis). Prosesi mengantarkan pasio diiringi dengan mengantar daun sirih pinang. Namun karena pertimbangan waktu, sekarang acara ini dilakukan bersamaan dengan acara Patenre Ada atau Appa’nasa.
A’barumbung (Mappesau)
Ini adalah kegiatan mandi uap yang dilakukan oleh calon mempelai wanita. Mandi uap ini bertujuan untuk menghilangkan aroma tidak sedap pada tubuh, memberikan kesegaran, mengeluarkan aura buruk dan mendatangkan aura baik. Biasanya mandi uap dilakukan selama tiga hari.
Appasili Bunting (Cemme Mapepaccing)
Prosesi appasili bunting ini hampir mirip dengan prosesi siraman dalam tradisi pernikahan Jawa. Acara ini dimaksudkan sebagai pembersihan diri lahir dan batin.
A’bu’bu
Prosesi acara a’bu’bu (maceko) yaitu proses membersihkan rambut atau bulu-bulu halus yang terdapat di ubun-ubun atau alis, yang bertujuan memudahkan dalam merias pengantin wanita, agar hiasan hitam (da’dasa) pada dahi yang dikenakan calon mempelai wanita dapat melekat dengan baik.
Appakanre Bunting
Dalam upacara ini, calon mempelai disuapi dengan makanan berupa kue-kue khas tradisional Makassar, seperti Bayao Nibalu, Cucuru’ Bayao, Sirikaya, Onde-onde, Bolu peca, dan lain-lain yang telah disiapkan dalam suatu wadah besar yang disebut Bosara Lompo.
Akkorontigi (Mappacci) atau Malam Pacar
Acara Akkorontigi merupakan kegiatan menghiasi rumah calon mempelai, kemudian melakukan appacci atau mappacci, yang bertujuan untuk membersihkan jiwa dan raga calon pengantin wanita. Ini merupakan suatu rangkaian acara yang sakral dan dihadiri oleh seluruh sanak keluarga (famili) dan undangan.
Assimorong/Menre’kawing
Ini merupakan puncak dari rangkaian upacara pernikahan adat Bugis-Makassar, yakni ketika kedua calon mempelai melakukan akad nikah.
Appabajikang Bunting
Setelah akad nikah selesai, mempelai pria diantar ke kamar mempelai wanita.
Dalam tradisi Bugis-Makassar, pintu menuju kamar mempelai wanita biasanya terkunci rapat. Kemudian terjadi dialog singkat antara pengantar mempelai pria dengan penjaga pintu kamar mempelai wanita. Setelah mempelai pria diizinkan masuk, kemudian diadakan acara Mappasikarawa (saling menyentuh).
Setelah itu, kedua mempelai bersanding di atas tempat tidur untuk mengikuti beberapa acara seperti pemasangan sarung sebanyak tujuh lembar yang dipandu oleh indo botting (pemandu adat). Hal ini mengandung makna mempelai pria sudah diterima oleh keluarga mempelai wanita.
Alleka Bunting (Maolla)
Acara ini sama seperti acara ngunduh mantu di Jawa. Sehari sesudah pesta pernikahan, mempelai wanita ditemani beberapa orang anggota keluarga diantar ke rumah orang tua mempelai pria. Rombongan ini membawa beberapa hadiah sebagai balasan untuk mempelai pria. Mempelai wanita membawa sarung untuk orang tua mempelai pria dan saudara-saudaranya. Acara ini disebut Makkasiwiang.
Nah, itulah beberapa ritual dan adat istiadat yang dilakukan oleh suku Bugis Makassar, sebelum dan sesudah melangsungkan pernikahan.