Peneliti asal Australia berhasil memecahkan misteri bagaimana sistem kekebalan tubuh manusia bekerja menghadapi virus corona. Sekitar 80 persen infeksi virus bersifat ringan hingga sedang, karenanya tim peneliti yakin bisa mengatasi pandemi global ini.
Tim peneliti ‘Peter Doherty Institute for Infection and Immunity’ (Doherty Institute), sebuah lembaga kerjasama Universitas Melbourne dan Royal Melbourne Hospital, sudah dipublikasikan dalam Jurnal Nature yang terbit Senin (16/3). Kepala laboratorium Profesor Katherine Kedzierska menjelaskan, sistem kekebalan tubuh manusia merespons virus corona dengan cara yang sama seperti merespon flu biasa.
Pengujian sampel darah dilakukan dalam empat waktu berbeda kepada seorang pasien perempuan berusia 40-an. Pasien ini positif terinfeksi virus corona dan memiliki gejala ringan hingga sedang sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit. Ia pernah berada di Wuhan, China, dan dirawat di rumah sakit Melbourne dengan gejala lesu, sakit tenggorokan, batuk kering, dan demam.
Dokter mengambil empat sampel darah sebelum dan sesudah kesembuhannya.Salah satu peneliti, Dr Oanh Nguyen, mengatakan hasil penelitian ini merupakan yang pertama terkait bagaimana cara sistem imun merespon COVID-19.
“Kami melihat luasnya respon imun pada pasien ini berbekal pengetahuan selama bertahun-tahun soal respon kekebalan tubuh pada pasien influenza,” jelas Dr Nguyen.
“Tiga hari setelah pasien ini dirawat, kami melihat adanya populasi besar dari beberapa sel kekebalan tubuh. Ini merupakan tanda pemulihan untuk kasus influenza,” katanya.
Tim peneliti mampu melakukan penelitian ini dengan sangat cepat karena Australia sudah memiliki sistem medis yang siap menghadapi infeksi baru.
Naman sistemnya adalah ‘Sentinel Travellers and Research Preparedness for Emerging Infectious Disease’ atau Setrep-ID yang dipimpin Dr Irani Thevarajan dari Doherty Institute.
Melalui sistem ini, tim dapat mengambil sampel biologis dari siapa saja yang baru kembali ke Australia dalam situasi wabah penyakit menular seperti COVID-19.
“Ketika COVID-19 muncul, kita sudah punya protokol sehingga bisa dengan cepat memeriksa virus dan sistem kekebalan tubuh dengan sangat terperinci,” jelas kata Dr Thevarajan.
Menurut Prof. Kedzierska, meskipun COVID-19 disebabkan oleh virus baru, namun sel-sel pemulihan dalam tubuh orang sehat merespon dengan cara yang mirip pada kasus influenza.
Prof. Kedzierska mengatakan metode mereka bisa digunakan untuk memahami respons kekebalan dalam kohort COVID-19 yang lebih besar, serta memahami apa yang kurang pada pasien yang meninggal.
Dr Thevarajan menambahkan, perkiraan saat ini menunjukkan 80 persen kasus COVID-19 bersifat ringan hingga sedang. Karena itu, memahami respons kekebalan tubuh pada kasus ringan ini sangat penting.
“Kami ingin memperluas penelitian secara nasional dan internasional untuk memahami mengapa orang meninggal karena COVID-19,” jelasnya.
Peneliti lainnya, Dr Carolien van de Sandt menjelaskan kepada ABC karena COIVD-19 merupakan virus baru, belum ada yang tahu bagaimana tubuh manusia meresponnya.
Dia berharap hasil penelitian bisa digunakan untuk menyaring pasien, apakah mereka cenderung mengembangkan gejala yang lebih serius atau tidak.
“Sehingga kita bisa lebih awal menyatakan, kasus ini akan parah, atau kasus ini akan ringan,” jelas Dr van de Sandt.
Dari situ, katanya, tim medis bisa mengatur perawatan pasien sesuai kebutuhan masing-masing.
“Informasi ini memungkinkan kita mengevaluasi calon vaksin karena idealnya vaksin itu harus meniru respon kekebalan tubuh manusia,” kata Prof Kedzierska.
Namun ia belum bisa memastikan, apakah seseorang yang telah terinfeksi dan sembuh dari virus corona akan kebal terhadap virus untuk selamanya. Demikian dilansir dari abc.net.au.(*)