Mappasikarawa, Tradisi usai Akad Nikah Suku Bugis

Tradisi Mappasikarawa Adat Bugis Makassar (Foto: Instagram/bugis.wedding)

BUDAYA, Dalam tradisi pernikahan suku bugis ada berbagai prosesi adat yang masih dilestarikan saat ini. Seperti, Mammanu’-manu’, Mappetuada, Mappacci, Mappasikarawa, hingga Massitta beseng.

Seperti halnya tradisi Mappasikarawa, tradisi ini dianggap sangat sakral usai melaksanakan akad nikah.

Mappasikarawa merupakan salah satu proses adat yang mempertemukan antara mempelai pria dengan mempelai perempuan setelah sah menjadi suami istri dan telah sempurnanya ucapan ijab kabul yang dipimpin oleh wali perempuan atau pihak yang diamanahkan kepada penghulu.

Prosesi ini mempertemukan kedua pengantin dengan cara membawa pengantin pria memasuki menuju ke kamar pengantin perempuan yang dijaga oleh pihak keluarga.

Lalu dalam pertemuan keduanya ini maka pihak suami akan diantar pihak keluarga hingga sampai ke depan pintu kamar dan tidak bisa begitu saja masuk dengan mudahnya untuk bisa menemui sang istrinya, sebagai simbol menjemput cinta pada pihak keluarga perempuan.

Terdapat upacara drama tarik menarik pintu kamar antara kedua pihak mempelai pengantin, pada proses ini maka biasanya pihak suami akan menyerahkan seserahan seperti berupa uang logam, dan uang kertas, juga gula-gula agar bisa masuk menembus pintu supaya bisa dibuka dengan segera. Prosesi unik romantis ini pun berlanjut hingga setelah sampai dan masuk ke dalam kamar bersama dengan beberapa orang keluarga dan lalu dilanjutkan dengan melakukan proses mappasikarawa oleh keluarga tetua yang dihormati ataupun yang dituakan.

Mula-mula tangan pria akan dituntun untuk menyentuh lembut tangan sang istri, dimulai dari kedua ibu jari yang saling dipertemukan, bisa juga dengan tangan sang suami yang diarahkan ke sisi wajah tepat di bawah telinga sang istri, lalu ke arah dada yang ada di bawah leher, dan yang terakhir ialah sang suami mencium dahi sang istri setelah sebelumnya sang istri mencium tangan sang suami pada saat berjabat tangan.

Makna filosofi adat Mappasikarawa ini bermakna, agar suami istri bisa saling mengerti sehingga tidak akan muncul pertengkaran atau perselisihan dan seandainya terjadi maka bisa dengan segera untuk saling memaafkan. (*)