APBN 2025 hingga Februari alami Defisit sebesar Rp.31, T

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTA,

BERANDANEWS – Jakarta, Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 hingga akhir Februari 2025 mengalami defisit sebesar Rp31,2 triliun, atau setara 0,13 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Meski terjadi defisit, pemerintah menegaskan bahwa jumlah defisit tersebut masih dalam target rencana atau desain APBN 2025.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTA menyatakan bahwa defisit APBN di awal tahun itu masih dalam batas aman. “Saya ingatkan kembali, APBN 2025 didesain dengan defisit Rp616,2 triliun, atau 2,53 persen terhadap PDB. Jadi, defisit 0,13 persen masih dalam target desain,” kata Sri Mulyani dalam keterangannya yang diterima Jumat (14/3).

Hingga akhir Februari 2025, belanja negara tercatat sebesar Rp348,1 triliun, sementara pendapatan negara mencapai Rp316,9 triliun. Dari sisi pendapatan negara, penerimaan perpajakan menyumbang Rp240,4 triliun, terdiri atas pajak sebesar Rp187,8 triliun dan penerimaan bea cukai Rp52,6 triliun. Selain itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp76,4 triliun.

Penerimaan pajak hingga akhir Februari 2025 mencapai Rp187,8 triliun, atau 8,6 persen dari target. Angka ini mengalami koreksi sebesar 30,1 persen jika dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp269,02 triliun pada Februari 2024.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu mengungkapkan dua penyebab utama turunnya penerimaan pajak di awal tahun 2025. Pertama, penurunan harga komoditas utama Indonesia, seperti batubara (-11,8 persen), minyak Brent (-5,2 persen), dan nikel (-5,9 persen). Kedua, efek dari kebijakan Tarif Efektif Rata-rata (TER) atas PPh 21, atau pajak atas gaji, upah, dan honor karyawan.

“Penerapan TER PPh 21 sejak Januari 2024 mengakibatkan lebih bayar sebesar Rp16,5 triliun di tahun 2024. Klaim lebih bayar tersebut baru dikembalikan pada Januari dan Februari 2025,” jelas Anggito.

Anggito menambahkan, jika dampak klaim lebih bayar dinormalisasi, rata-rata PPh Pasal 21 dari Desember 2024 hingga Februari 2025 masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. “Ini adalah efek dari kebijakan TER yang baru pertama kali dilaksanakan pada 2024,” ujarnya.

Anggito juga menjelaskan bahwa penurunan penerimaan pajak di awal tahun adalah hal yang normal. Penerimaan pajak biasanya meningkat pada bulan Desember karena efek Nataru (Natal dan Tahun Baru) dan akhir tahun anggaran, kemudian menurun pada bulan Januari dan Februari.

“Dalam empat tahun terakhir, polanya sama. Desember naik tinggi karena efek Nataru dan akhir tahun, kemudian menurun di Januari dan Februari. Ini sifatnya normal dan tidak ada anomali,” jelas Anggito.

Meski menghadapi tantangan di awal tahun, pemerintah tetap optimistis bahwa kinerja APBN 2025 akan sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Sri Mulyani menegaskan bahwa defisit yang terjadi masih dalam batas aman dan sesuai dengan desain APBN.

“Kami akan terus memantau dan menyesuaikan kebijakan untuk memastikan APBN 2025 berjalan sesuai rencana,” ujar Sri Mulyani.(*)