BERANDANEWS – Makassar, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) tengah melakukan penyelidikan atas dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana hibah APBD 2024 sebesar Rp17,5 miliar yang diterima KONI Sulsel.
Sejumlah pihak telah diperiksa, termasuk Ketua KONI Sulsel Yasir Machmud yang juga merupakan kader Partai Gerindra.
Meski Yasir membantah adanya penyelewengan dengan dalih dana digunakan untuk persiapan PON XXI, publik menuntut transparansi penuh atas uang rakyat yang wajib dipertanggungjawabkan.
Secara hukum, dana hibah daerah merupakan bagian dari keuangan negara sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pengelolaannya wajib berdasarkan asas akuntabilitas dan transparansi, dan setiap penyalahgunaan dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, dengan ancaman hukuman berat bagi pelakunya.
Menanggapi perkembangan ini, Muh. Fajar Nur selaku Jenderal Advokasi Fraksi Sulsel menegaskan sikap keras. Ia menyatakan bahwa pihaknya menghargai proses hukum sepanjang berjalan transparan dan proporsional, namun mengingatkan bahwa hukum tidak boleh pandang bulu.
“Prinsip kami jelas: hukum harus ditegakkan tanpa kompromi. Bila terbukti ada penyalahgunaan dana hibah, konsekuensinya harus jelas dan tegas,” ujarnya.
Fajar menambahkan bahwa Fraksi Sulsel berdiri tegak di belakang komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk menegakkan integritas dalam tubuh aparatur maupun lembaga publik.
“Pernyataan Bapak Presiden adalah panduan kami. Ini bukan tentang membela individu, melainkan menjaga kepercayaan publik terhadap institusi negara dan partai politik. Integritas bukan pilihan, melainkan kewajiban,” tegasnya.
Bahkan dengan nada lebih keras, ia menyoroti kepemimpinan KONI Sulsel yang terseret dalam pusaran kasus hukum.
“Terlalu sayang KONI dibiarkan jatuh pada urusan hukum, mencederai citra Pemerintah Sulawesi Selatan. Kalau tidak bisa mengurus, mundur saja,” tukasnya.
Meski demikian, Fajar tetap menekankan pentingnya prinsip praduga tak bersalah, mengingat perkara masih dalam tahap penyelidikan. Ia menyatakan keyakinannya bahwa aparat penegak hukum akan bekerja profesional menemukan kebenaran faktual tanpa diintervensi oleh narasi politik.
Dari Jakarta, Presiden Prabowo Subianto kembali menegaskan sikap kerasnya terhadap korupsi dengan pernyataan bahwa tidak ada toleransi bagi pelanggaran hukum, bahkan oleh kader Partai Gerindra sekalipun.
Komitmen ini bukan sekadar retorika, mengingat publik masih mengingat tegasnya Presiden saat tidak mengintervensi penangkapan seorang kader Gerindra oleh KPK tak lama setelah pidato kenegaraannya.
Kasus KONI Sulsel kini menjadi ujian nyata bagi integritas penyelenggara negara. Apakah prinsip akuntabilitas publik benar-benar ditegakkan, atau justru tenggelam dalam kompromi politik? Kombinasi antara langkah hukum di daerah dan komitmen Presiden di tingkat nasional mengirimkan pesan yang tegas: pengelolaan keuangan publik adalah ujian nyali integritas, dan siapapun yang gagal menjalaninya harus siap menanggung konsekuensi hukum maupun politik.(*)