Soal Bendera “One Piece”, Anggota Komisi I DPR RI : Tidak Punya Dimensi Ideologis

Bendera One Peace

BERANDANEWS – Jakarta, Aksi sebagian masyarakat yang mengibarkan bendera bajak laut dari serial ‘One Piece’ di bawah Bendera Merah Putih jelang Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT-RI) ke-80 memicu respons dari pemerintah. Tindakan tersebut dinilai mencederai kehormatan simbol negara dan memicu kekhawatiran akan melemahnya penghormatan terhadap nilai-nilai kebangsaan.

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam) Budi Gunawan menyebut gerakan tersebut sebagai bentuk provokasi yang dapat merendahkan martabat bangsa. Simbol-simbol asing, apalagi fisik, tidak relevan dan tidak pantas disandingkan dengan simbol perjuangan bangsa.

“Sebagai bangsa besar yang menghargai sejarah, sepatutnya kita semua menahan diri untuk tidak memprovokasi dengan simbol-simbol yang tidak relevan dengan perjuangan bangsa,” kata pria yang kerap disapa BG dalam keterangannya, pada Jumat (1/8/2025) lalu.

Hal tersebut mendapat tanggapan dari Anggota Komisi I DPR RI Oleh Soleh.

Menurutnya fenomena pengibaran bendera bajak laut “One Piece” di tengah masyarakat, apalagi Presiden Prabowo tidak menanggapi berlebihan hal tersebut, bahkan menuai apresiasi dari berbagai kalangan.

Oleh Soleh menilai sikap Presiden tersebut mencerminkan ketenangan sekaligus kedewasaan dalam membaca ekspresi publik.

“Presiden Prabowo menunjukkan jiwa kenegarawanan yang matang dengan tidak bersikap reaktif atas pengibaran bendera One Piece. Ini menunjukkan beliau mampu memahami bahwa fenomena tersebut merupakan bagian dari ekspresi masyarakat, bukan ancaman terhadap negara,” ujar Oleh Soleh dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (6/8/2025).

Menurut Politisi Fraksi PKB ini, selama bendera yang dikibarkan tidak lebih tinggi dari Bendera Merah Putih, maka tidak ada pelanggaran serius yang terjadi. Bahkan jika ditelusuri, makna simbolik dari bendera One Piece tidak sekuat bendera Bintang Kejora milik masyarakat Papua maupun bendera Bulan Bintang milik masyarakat Aceh.

“Kalau kita objektif, Bendera One Piece ini tidak punya makna ideologis atau separatis. Ia berasal dari karya fiksi dan cenderung dimaknai sebagai simbol fandom atau seni populer. Maka sangat wajar jika masyarakat, terutama generasi muda, memakainya sebagai bentuk ekspresi,” jelasnya.

Pernyataan Presiden Prabowo disampaikan melalui Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, yang menegaskan bahwa Presiden tidak merasa terganggu dengan keberadaan bendera One Piece di sejumlah lokasi. Menurut Oleh, sikap ini mengingatkan pada pendekatan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang juga tidak melarang pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua selama tidak lebih tinggi dari Merah Putih.

“Pendekatan ini sangat efektif. Bila pemerintah justru bertindak represif, misalnya dengan razia atau penangkapan, maka bendera One Piece yang awalnya hanya simbol hiburan bisa bergeser makna menjadi simbol perlawanan atau bahkan politik,” katanya.

Oleh menekankan pentingnya pemerintah untuk melakukan counter-narasi kultural ketimbang pendekatan koersif. Ia mendorong agar pemerintah merespons fenomena ini dengan memperbanyak kegiatan positif untuk menumbuhkan kecintaan pada tanah air.

“Kebetulan ini bulan Agustus, bulan kemerdekaan. Pemerintah bisa menggelar lomba-lomba budaya, seni, dan kegiatan bertema nasionalisme yang menyasar generasi muda. Libatkan sekolah, komunitas seni, dan para kreator konten agar pesan cinta tanah air bisa relevan dan menarik,” pungkas Oleh.

Sebagai informasi, pada tahun 2024 tercatat peningkatan konsumsi budaya populer Jepang, termasuk anime dan manga seperti One Piece, di kalangan remaja Indonesia. Namun hingga kini belum ada bukti kuat bahwa pengibaran bendera One Piece mengandung motif politik, ideologis, atau gerakan separatis. (*)