BERANDANEWS – Makassar, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan terus melakukan upaya dalam mengendalikan inflasi. Salah satunya berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel terkait data perkembangan harga komoditas yang menjadi kebutuhan pangan masyarakat.
Hal itu pun ditindaklanjuti dengan menggelar rapat koordinasi antara Penjabat Sekertaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Muhammad Arsjad dengan Kepala BPS Sulawesi Selatan, Aryanto, di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Sulsel, Jalan Dr. Ratulangi, Makassar, Jumat (24/05).
Aryanto menjelaskan, rapat ini membahas terkait pengendalian inflasi dimana BPS bertugas menyiapkan data terkait perkembangan harga pangan di berbagai daerah yang menjadi sampel.
“Kita membahas menyangkut pengendalian inflasi. Pak Sekda sudah berkoordinasi dengan BPS dengan cukup baik dan ini menjadi momentum untuk berkolaborasi bagaimana mengendalikan inflasi. BPS hanya menyiapkan angka dan data tentu eksekutornya adalah pemerintah daerah,” ucapnya.
Dari data tersebut, kata Aryanto, pemerintah daerah sebagai eksekutor memberikan kontribusi melalui kebijakan intervensi yang akan dilakukan berdasarkan dengan data yang dimiliki BPS sebagai acuan.
Pada prinsipnya, lanjutnya, tujuan utama pengendalian inflasi adalah untuk menjaga daya beli masyarakat tetap ada dan ekonomi di Sulawesi Selatan tetap bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
“Sekali lagi inflasi itu bukan momok yang menakutkan, tapi bagaimana pengendalian inflasi itu kita lakukan. Jadi inflasi itu di Sulawesi Selatan bersyukur bahwa di angka 2,61 (persen) cukup baik dan cukup stabil ya, itu terkendali lah,” ungkapnya.
Sementara itu, Andi Arsjad mengungkapkan, rapat koordinasi ini merupakan tindak lanjut dari arahan Penjabat Gubernur yang baru agar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dapat berkoordinasi dengan BPS terkait upaya pengendalian inflasi di Sulawesi Selatan.
“Nah kita tentu menginginkan bahwa strategi kebijakan pengendali inflasi itu harus terstruktur, terarah dan terukur. Oleh karena itu basisnya adalah data. Hari ini kita mendapatkan pengetahuan yang komprehensif dari bapak Kepala BPS bersama jajarannya tentang pemahaman inflasi itu sendiri, dan dari sini kita bisa mengetahui bahwa angka-angka inflasi itu dihasilkan oleh variabel apa saja,” terangnya.
Dari pertemuan tersebut, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Sulsel ini mengaku baru mendapat informasi baru, bahwa 500 sub komponen komoditas yang harus menjadi perhatian pemerintah, karena selama ini yang diketahui hanya ada 20 komponen komoditas saja.
“Namun kenyataannya tidak hanya sampai di situ ternyata banyak. Nah, dari sini kita mengetahui bahwa penggunaan inflasi bukan hanya ada di Ketahanan Pangan saja ya, tapi ada di OPD lain juga. Nah, inilah pentingnya Kenapa kita harus memahami tentang data, metodologinya bagaimana, sehingga analisa kita dalam menentukan kebijakan intervensi nanti bisa lebih tepat dan tepat sasaran,” jelasnya .
Dengan kehadiran data yang ditampilkan BPS ini, lanjutnya, maka Pemerintah Provinsi jadi lebih tahu komponen utama apa saja yang mengalami perubahan harga dan menjadi bahan bagi Pemprov Sulsel untuk melakukan intervensi dengan keterbatasan anggaran yang ada.
“Tadi kita sudah mendapat gambaran, sehingga ke depan jangan pada saat diumumkan baru kita sibuk melakukan intervensi, justru di tahap-tahap awal ini ketika ada proses pendataan kita sudah harus mengantisipasi, memitigasi, apa sih komoditi-komoditi yang berpeluang naik, apa sih komoditi yang turun. Sehingga kita di Dinas Ketahanan Pangan harus melakukan penyesuaian terhadap itu,” tegasnya.
Perkembangan data harga komoditas yang disampaikan BPS ini, lanjut Andi Arsjad, menjadi “early warning” bagi pemerintah dan data itu juga sangat membantu pemerintah sebelum melakukan intervensi harga, karena harga komoditas di setiap kabupaten berbeda-beda.
Dengan begitu, Andi Arsjad mengaku data dari BPS ini juga akan disampaikan langsung ke Penjabat Gubernur untuk selanjutnya OPD terkait akan membentuk tim kerja yang secara intens melakukan analisa dengan berkolaborasi dengan BPS melalui supporting data, yang kemudian akan menjadi dasar pemerintah dalam membuat kebijakan pengendalian inflasi. (*)