Penyakit Serius ancam Pengguna Vape

255

Data kesehatan medis terbaru mengungkapkan bahwa pengguna vape dapat terkena penyakit pneumoconiosis logam keras.

Penyakit langka pada paru-paru ini dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, batuk terus-menerus, dan masalah pernapasan lainnya. European Respiratory Society dalam jurnalnya mengungkapkan asap vape mengandung logam beracun seperti kobalt, nikel, aluminium, mangan, timbal, dan krom.

Para ahli percaya logam berasal dari koil pemanas yang ditemukan di alat untuk vape. Profesor Jørgen Vestbo dari University of Manchester yang ikut menulis dalam jurnal tersebut mengatakan vape atau rokok elektronik berbahaya bagi kesehatan

“Profesi medis dan masyarakat harus peduli tentang gelombang baru penyakit paru-paru yang diakibatkan oleh vape,” ujar Profesor Jørgen seperti dikutip dari The Sun.

Pendapat senada dikemukakan oleh Profesor Kirk Jones. Menurutnya ada seorang pasien yang terkena penyakit paru-paru akibat logam keras. Hanya saja dokter tidak mengetahui secara pasti penyebab terjadinya penyakit. Dokter menduga kemungkinan besar penyebabnya adalah penggunaan rokok elektronik atau vape.

Para ahli percaya bahwa logam beracun berasal dari kumparan pemanas yang ditemukan di perangkat vape, bukan jenis liquid tertentu. Logam beracun itu meninggalkan jaringan parut di paru-paru yang tidak bisa disembuhkan. Tetapi beberapa pasien mengalami perbaikan ringan jika paparan debu logam berhenti dan diberi steroid.

“Paparan terhadap debu logam kobalt sangat jarang terjadi di luar beberapa industri tertentu. Ini adalah kasus pertama yang diketahui tentang toksisitas dan diinduksi oleh vape. Jaringan parut bisa muncul dalam jangka panjang bahkan mungkin permanen,” ujar Dr Rupal Shah dari UoC.

Dirinya menegaskan peradangan yang disebabkan oleh logam keras tidak akan terlihat jelas pada pengguna vape hingga memunculkan jaringan parut. Gejala baru muncul saat penyakit sudah tidak bisa disembuhkan. Hasil temuan ini kemudian diterbitkan dalam European Respiratory Journal.

Sementara itu, Profesor Jørgen mengatakan penelitian tentang rokok elektronik atau vape masih kurang banyak bila dibandingkan dengan penelitian menyangkut rokok konvesional. Beruntung sudah ada beberapa penelitian yang menunjukkan vape memengaruhi paru-paru. Selain itu, munculnya pasien yang didiagnosis dengan penyakit paru akut akibat vape bisa menjadi data pendukung.

“Profesi medis serta masyarakat harus peduli tentang gelombang baru penyakit paru-paru yang disebabkan oleh produk yang sangat dipromosikan oleh industri tembakau,” pungkas Profesor Jørgen.(*)