
BERANDANEWS – Makassar, Pada Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh – Sumut 2024, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) meraih 61 medali, dengan rincian 10 medali emas, 19 perak dan 32 perunggu, atau hanya finish di peringkat 16 dari 38 provinsi.
Sudah 9 bulan sejak event olahraga tersebut dihelat namun Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan hingga saat ini belum memberikan bonus kepada atlet peraih medali yang sebelumnya telah dijanjikan.
Belum dibayarkannya bonus bagi atlet-atlet berprestasi yang berlaga di PON XXI Aceh–Sumut 2024 menuai beragam sorotan.
Salah satunya Dewan Pembina Pengprov Persatuan Tinju Amatir Indonesia (PERTINA) Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Januar Jaury Dharwis.
Pertina Sulsel merupakan cabang olahraga tinju yang menyumbangkan 1 medali emas dan 5 medali perunggu.
Andi Januar Jaury Dharwis mengatakan bahwa masalah ini tidak bisa lagi ditanggapi dengan diam.
“Kita tidak bicara soal anggaran kecil. Kita bicara tentang penghargaan, komitmen, dan kehormatan terhadap perjuangan anak-anak daerah,” ujarnya.
Menurut mantan Anggota DPRD Sulsel ini, banyak atlet ragu bersuara karena khawatir dianggap menuntut. Padahal secara hukum, bonus adalah hak mutlak yang dijamin undang-undang. Bukan kemurahan hati pemerintah.
Mengacu pada Pasal 60 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, “Pemerintah Daerah memberikan penghargaan kepada atlet, pelatih, dan tenaga keolahragaan yang berprestasi di tingkat daerah, nasional, dan internasional.”
Ia menyebut tidak adanya alokasi dalam APBD untuk pemberian bonus kepada atlet, bukan alasan pembenaran.
“Tidak adanya alokasi dalam APBD, bukan alasan pembenaran. Undang-undang tetap mewajibkan daerah menunaikan penghargaan itu. Apalagi jika telah dijanjikan secara terbuka,” jelasnya.
Dalam RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan 2025–2029, tertulis visi besar pembinaan prestasi olahraga sebagai bagian dari peningkatan daya saing daerah. Tapi ketika atlet juara nasional tak mendapat penghargaan, maka visi itu kosong dan tidak kredibel.
“Bonus atlet bukan sekadar angka. Ia adalah simbol komitmen pemerintah terhadap dedikasi, pengorbanan, dan harga diri daerah.
Jika pemerintah menunda atau menghapus penghargaan itu, maka bukan hanya atlet yang terluka, tetapi legitimasi pemerintahan sendiri yang akan terkikis.
“Prestasi tidak menunggu anggaran. Apresiasi tidak boleh menunggu birokrasi. Jika hari ini negara abai, sejarah akan mencatat bahwa bukan atlet yang gagal membawa nama baik Sulawesi Selatan — tetapi pemerintahnya yang gagal menghargai juaranya,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua KONI Sulawesi Selatan, Yasir Mahmud, mengaku telah lama menyampaikan usulan tersebut kepada Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sulsel.
“Terkait bonus atlet PON, saya sudah meminta hal ini kepada Pak Kadispora sejak beberapa bulan lalu agar diprioritaskan bagi atlet-atlet Sulsel yang telah berprestasi,” ujar Yasir Mahmud, Kamis, (19/06/2025)
Yasir yang juga Wakil Ketua DPRD Sulsel ini mengungkapkan, dalam struktur organisasi keolahragaan daerah, KONI memiliki peran sebagai pengusul dan pengingat, namun tidak memiliki kewenangan eksekutif dalam hal penganggaran.
“Di KONI kami hanya bisa mengusulkan ke Pemprov Sulsel. Harapan kami tentu, dalam waktu dekat pemerintah provinsi harus segera merealisasikan komitmen tersebut,” jelasnya.
Politisi muda Gerindra ini juga menyampaikan apresiasinya terhadap perjuangan para atlet yang telah mengharumkan nama daerah di ajang olahraga nasional tersebut dan berharap pemerintah segera memberi penghargaan yang layak sebagai bentuk apresiasi dan motivasi bagi para atlet.(*)