KOLOM – Mengutip dari seorang guru besar Universitas Hasanuddin Alhamarhum Prof. Wim Poli yang pernah menyebut “Kini, di dunia perpolitikan, puja-hujat adalah sebuah gejala yang kian mengglobal”.
Dari kutipan tersebut tersirat makna kritik, yang merupakan hal penting. Namun Kritik yang dimaksud adalah kritik yang tanpa mens rea atau niat buruk.
Hal tersebut disampaikan Aktivis Perencanaan pengembangan wilayah, Syahrullah Sanusi.
“Kita ini sebagai Pemuda Kota Makassar sudah seharusnya ikut mengawal pembangunan Kota Makassar. Kritik tentunya boleh, yang penting tidak ada ‘mens rea’-nya, dan tidak kalah penting disertai data,” ungkap Syahrullah Sanusi yang juga Pengurus KNPI Kota Makassar.
Menurut Syahrullah ada ketidaktahuan bagi pengkritik dan matinya nalar kritis terhadap pemerintahan 100 hari kerja Appi-Aliyah.
“Ketidaktahuan dan matinya nalar kritis membuat sang pengkritik 100 hari kerja Appi-Aliyah ini dalam kondisi yang cukup memprihatinkan, sehingga yang nampak hanyalah krisis perhatian,” terang Syahrullah, dalam keterangan yang diterima. Rabu, (11/06/2025).
Syahrullah menilai, dikota Makassar, Appi-Aliyah sudah kerja nyata, apalagj cari perhatian.
“Appi-Aliyah itu kerja nyata, bukan fokus carita, apalagi cari perhatian masyarakat. Dalam Pemerintahan Appi-Alya Solusi konkrit berjalan semata semata untuk Masyarakat Kota Makassar. Sejumlah langkah strategis telah dilakukan Appi-Aliyah untuk meletakkan pondasi yang kokoh bagi program-program prioritas yang mereka janjikan saat kampanye,” jelasnya.
Beberapa waktu lalu, Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin, menegaskan bahwa capaian 100 hari bukanlah titik akhir dari janji-janji politiknya.
Ia menilai periode ini sebagai tahap awal untuk memperlihatkan arah pembangunan yang jelas dan progres yang terukur.
“Ketika bicara 100 hari, bukan berarti semua target harus selesai. Tapi sudah sejauh mana program itu mulai berjalan. Contohnya pembangunan stadion, itu butuh waktu dan tahapan yang matang. Tidak mungkin rampung dalam 100 hari,” ujar Munafri.
Syahrullah melanjutkan pemuda harus memilki pemikiran yang maju, berpikir kritis dan berjiwa sportif
“Jika masih saja ada Pemuda yang memiliki pemikiran yang masih saja sama dan berpola mistika atau yang pahamnya hanya dipahami pengikutnya. Pemuda tersebut hanya akan seperti orang tua yang sok pintar dan sok keras, namun tidak terima jika jagoan politiknya kalah.
“Mari berpikir kritis, berjiwa sportif, supaya generasi pemuda yang menjadi penerus bangsa ini siap dengan berbagai kemajuan zaman yang akan kita hadapi di masa mendatang,” tambahnya.(*)