BERANDANEWS – Jakarta, Sedikitnya ada delapan masalah utama dari penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal tersebut diungkapkan Ombdusman Republik Indonesia berdasarkan hasil kajian yang dilakukan.
Berikut delapan masalah utama penyelenggaraan program MBG menurut Ombudsman RI:
1. Kesenjangan yang lebar antara target dan realisasi capaian;
2. Maraknya kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah;
3. Permasalahan dalam penetapan mitra yayasan dan SPPG yang belum transparan dan rawan konflik kepentingan;
4. Keterbatasan dan penataan sumber daya manusia, termasuk keterlambatan honorarium serta beban kerja guru dan relawan;
5. Ketidaksesuaian mutu bahan baku akibat belum adanya standar Acceptance Quality Limit (AQL) yang tegas;
6. Penerapan standar pengolahan makanan yang belum konsisten, khususnya Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP);
7. Distribusi makanan yang belum tertib dan masih membebani guru di sekolah; serta
8. Sistem pengawasan yang belum terintegrasi, masih bersifat reaktif, dan belum sepenuhnya berbasis data.
Dari delapan masalah tersebut telah menimbulkan risiko turunnya kepercayaan publik terhadap salah satu program prioritas Prabowo -Gibran ini.
“Delapan permasalahan tersebut menimbulkan risiko turunnya kepercayaan publik, bahkan telah memicu kekecewaan dan kemarahan masyarakat. Sehingga diperlukan langkah perbaikan yang cepat, terukur, dan transparan,” ujar Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, di Kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (30/9/2025) kemarin.
Menurutnya Program MBG seharusnya melindungi dan mensejahterakan rakyat.
“Agar tujuan utama program Makan Bergizi Gratis sebagai wujud kehadiran negara dalam melindungi dan menyejahterakan rakyat tetap terjaga,” sambungnya.
Dalam hal ini, Ombudsman mendorong BGN untuk segera melakukan perbaikan mendasar terhadap pelaksanaan program MBG.
Perbaikan tersebut mencakup penyempurnaan regulasi kemitraan dengan menegakkan prinsip kepastian waktu, keterbukaan, dan akuntabilitas, serta penguatan sumber daya manusia dan sistem administrasi.
Ombudsman, kata Yeka, juga mendorong keterlibatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam pengawasan keamanan pangan, distribusi, serta penggunaan anggaran, dan jaminan perlindungan serta kompensasi bagi guru yang dilibatkan dalam proses distribusi.
“Pada akhirnya keberhasilan MBG dilihat dari tata kelola yang baik, penggunaan anggaran yang akuntabel, dan penerapan sertifikasi pangan menujuzero accident di setiap SPPG,” ujar Yeka.(*)