Menkumham Sebut Pemerintah Tak Bisa Lawan Putusan MA, terkait 23 Napi Korupsi yang Bebas Bersyarat

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly

BERANDANEWS – Jakarta, Program bebas bersyarat yang dijalani 23 Narapidana (Napi) korupsi sudah sesuai ketentuan yang telah diputuskan oleh Mahkamah Agung.

Hal tersebut diungkapkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Menurutnya pemerintah tidak mungkin melawan apa yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA). Dan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa Napi berhak mendapatkan remisi.

“Kita harus sesuai ketentuan saja, itu aturan UU-nya begitu. MK mengatakan bahwa narapidana berhak remisi, jadi kan sesuai prinsip non diskriminasi” kata Menkumham saat ditemui usai rapat terbatas di Istana Negara, Jumat, (09/09).

Selain itu dalam putusan uji materi terhadap beberapa pasal di Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan, mengatur pengetatan pemberian remisi untuk koruptor, terorisme, dan narkoba.

Dirinya menyebut UU ini telah diteken oleh Presiden Jokowi dan resmi berlaku pada 3 Agustus. UU ini tidak mengatur pengetatan remisi bagi koruptor.

Diketahui sebelumnya para napi korupsi menjalankan program bebas bersyarat. Mereka adalah Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari, dan hari ini, adik Atut, Tubagus Chaery Wardana alias Wawan.

Menurut Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti total ada 23 narapidana koruptor menerima program pembebasan bersyarat yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM RI.

“Adapun narapidana tindak pidana korupsi yang telah diterbitkan SK pembebasan bersyarat-nya langsung dikeluarkan pada 6 September 2022,” kata Rika dalam keterangannya, Rabu,(07/09).

Sementara, Kamis (08/09) Menkopolhukam Mahfud MD menyampaikan bahwa pemerintah tidak dapat mengintervensi narapidana kasus korupsi yang mendapat program bebas bersyarat ini.

“Ya begini, kalau pemerintah itu tidak boleh ikut campur, ya urusan pembebasan itu pengadilan, remisi, dikurangi dan lain-lain itu kan pengadilan yang menentukan. Apakah dibebaskan, dikurangi hukumannya dan sebagainya,” kata dia.

Apabila hakim sudah berpendapat, kata dia, maka keputusan yang dikeluarkan tidak dapat diikutcampuri dan perlu untuk dihormati. Sebab, ia menyebut hal tersebut merupakan proses ketatanegaraan.

Sementara dalam UU Pemasyarakatan, Pasal 10 menyebutkan pembebasan bersyarat dapat dilakukan dengan memenuhi syarat seperti berkelakuan baik, aktif mengikuti program binaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.(*)