Mengenal Ritual Upacara Adat Mappogau Sihanua

375
Pesta Adat Mappogau Sihanua (Foto :kikomunal-indonesia)

BUDAYA – Upacara Mappogau Sihanua adalah merupakan suatu upacara adat yang dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat pendukung kebudayaan karampuang, sebagai bentuk dukungan untuk mengenang leluhur mereka sebagai bagian dari kepetaniannya. Upacara berlangsung sangat meriah diikuti oleh ribuan orang dan dipusatkan dalam kawasan adat.

Dalam masyarakat adat karampuang banyak sekali upacara-upacara adat yang terbagi ke dalam 4 kategori besar dengan masing-masing penanggung jawab.

Dalam pesan leluhur diungkapkan “Mappogau Sihanua Arungnge, Mabbissa Lompui GellaE, Makkaharui SanroE, Mattula Bala GuruE” artinya segala ritual upacara yang berhubungan dengan hal-hal sakral dan dewata-dewata oleh orang-orang suci, keramat menjadi tanggung jawab Tomatoa/Arung, segala ritual upacara yang berhubungan dengan masalah tanah, pertanian serta kehidupan rakyat yang menjadi tanggung jawab Gella.

Ritual upacara berhubungan dengan kesejahteraan dan keselamatan warganya menjadi tanggung jawab Guru. Tetapi dalam prosesi upacara adat Mappogau Sihanua yang berdimensi sangat luas dan memiliki makna yang bermacam-macam pula, maka dalam pelaksanaannya juga melibatkan jabatan-jabatan lain di dalam pelaksanaannya. Tomatoa/Arung hanya memimpin ritual tertinggi, yakni di dalam Embac.
Di dalam upacara Mappogau Sihanua ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan sebagai berikut :

1. Pra persiapan pelaksanaan Upacara yang terdiri dari:

Mabbahang (bermusyawarah)
Persiapan pelaksanaan upacara direncanakan setelah seluruh padi yang tumbuh dikawasan adat sampai sawah penduduk telah habis dipanen. Dalam tahap pra persiapan terlebih dahulu di adakan musyawarah adat guna untuk menentukan hari “H” yang diberikan oleh Pabbilang. Perangkat adat dan seluruh warga mulai sibuk membuat persiapan-persiapan. Setelah ada ketentuan hari “H” kesibukan sudah mulai tampak di rumah adat yang ditinggali oleh Arung dan Sanro. Sanro selaku penanggung jawab untuk menyimpan stok pangan adat.

Mappaota (permohonan izin dan restu kepada leluhur).
Setelah rangkaian acara musyawarah adat selesai dilaksanakan, dilanjutkan pada acara ritual “Mappaota”. Mappaota adalah sebuah ritual permohonan izin atau restu untuk melaksanakan tradisi upacara adat Mappogau.

Mabbaja-baja (Bersih-bersih)
Setelah acara Mappaota selesai dilaksanakan barulah dilakukan acara “Mabbaja-baja” (bersih-bersih). Mabbaja-baja adalah kewajiban seluruh warga baik masyarakat karampuang maupun dari warga tetangga turut berpartisipasi.

Mappaenre (Menyerahkan sumbangan)
Sehari sebelum acara Mappogau Sihanua warga masyarakat menyerahkan Sumbangan dalam bentuk beras, ayam dan sebagainya. Warga yang akan menyumbang datang sendiri ke rumah adat dan ditemani oleh pinati.

2. Prosesi Jalannya Upacara, terdiri dari beberapa tahap :

Mappanre Manu
Sebelum ayam-ayam disembelih terlebih dahulu dikumpul dan dibawa naik ke atas rumah adat. Kaum Adam bertugas memegang ayam-ayam sambil duduk melingkar di atas tikar pandan dan dihadapannya tersedia alat pedupaan, selanjutnya dimulailah ritual “Mappanre Manu” dengan memberikan makan dari beras sambil membaca mantra-mantra. Jeger ayam dan sayapnya diolesi dengan minyak dengan maksud disucikan atau diberikan dari roh-roh jahat sebelum dipotong.

Menre ri bulu (naik ke gunung).
Usai sanro melakukan ritual mattuli atau mappangolo, ke empat tokoh adat (Arung, Gella, Sanro, dan Guru) berkumpul di rumah adat Tomatoa/Arung. Akan tetapi hanya ada 3 tokoh adat saja (Arung, Gella, Sanro) yang akan ikut menjalani ritual ke atas gunung. Semua tamu-tamu rombongan yang sudah datang dipersilahkan menuju ke rumah adat yang ditempati tomatoa/Arung dan sanro. Sebelum ketiga tokoh adat turun dari rumah terlebih dahulu tamu- tamu rombongan melakukan acara tudang sipulung (makan bersama). Setelah acara tudang sipulung selesai, maka peserta upacara berbondong-bondong menuju naik ke gunung Karampuang tempat upacara Mappogau Sihanua dipusatkan. Setelah Sanro dan Gella usai memukul dan membunyikan batu yang menyerupai bunyi gong, maka segenap rombongan menuju puncak gunung. Sanro sebagai tokoh sentral dalam ritual upacara adat mappogau Sihanua terlihat kemudian menancapkan tongkatnya persis di depannya sebagai simbol dari sebatang pohon yang berfungsi sebagai media yang menghubungkan tempat dimana leluhur nenek moyang mereka.

Pesta Adat Mappogau Sihanua (Foto :kikomunal-indonesia)

Manre ri Bulu adalah acara naik gunung dan merupakan puncak acara Mappogau Sihanua dilaksanakan tiga hari setelah Mabbaja- baja. Acara Menre’ ri bulu ini diawali dengan proses yang sangat rumit karena pada malam sebelum pelaksanaan ritual tahap ini, seluruh peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan sudah harus siap termasuk makanan yang akan disantap oleh para tamu yang akan hadir, kemudian menjelang pagi hari, seluruh ayam yang merupakan sumbangan warga dipotong, dibersihkan, dan dibakar (membersihkan bulu halus) yang kesemuanya dikerjakan oleh kaum pria. Setelah semuanya bersih maka kemudian diserahkan kepada kaum perempuan untuk kemudian diolah menjadi bahan makanan. Setelah makanan tersebut siap saji, maka sebagian digunakan untuk kepentingan ritual dan sebagian pula untuk konsumsi peserta ritual. Sambil menyiapkan makanan, Sanro beserta pembantu- pembantunya menggelar ritual Mattuli. Upacara Mattuli ini diiringi dengan genderang Sanro, gamuru, jong-jong dan bunyi-bunyian lainnya. serta acara Mappaddekko (menumbuk lesung) yang sekaligus menandakan bahwa ritual di puncak gunung akan segera di laksanakan. Seluruh bahan upacara kemudian diarak menuju puncak gunung dan langsung menuju suatu tempat khusus yang disebut Embae. Di dalam lingkaran batu gelang inilah, rangkaian ritual sakral Mappogau Sihanua dilakukan.

Ritual naik gunung ini diakhiri dengan Manre ade’ pada malam harinya dengan mengundang makan bersama, penghulu-penghulu adat yang ada di sekitar karampuang termasuk pejabat-pejabat yang menghadiri upacara tersebut. Semua masyarakat dari setiap lapisan tanpa memandang strata sosial menyatu dalam acara duduk bersama sambil mengadakan perbincangan demi mempererat rasa silaturahmi.

Mabbali Sumange’ satu acara membuat kue-kue dan makanan tapi merupakan rangkaian ritual adat.Mabbali Sumange’, atau sering juga disebut dengan Massulo beppa, adalah suatu acara yang menyiapkan bahan-bahan obat kepada seluruh warga pendukungnya. Pada acara ini seluruh warga menyiapkan kue khusus yang disebut dengan kue Mabali Sumange. Kue Mabbali Sumange’ itu adalah berupa kue tradisional khas suku Bugis yang lebih dikenal dengan nama yaitu Beppa Doko-Doko’, kue ini memiliki makna tersendiri dalam pengadaannya sebagai unsur yang harus ada dalam ritual ini.

Malling merupakan tahap akhir dari upacara adat ini. Malling ini bisa diartikan sebagai berpantang yang dimulai setelah acara Mabali Sumange. Adapun pantangannya sebagai berikut: Temma paccera’ (tak boleh memotong hewan ternak), Temma rau kaju’ (tidak boleh memasak sayur dedaunan), Temma parumpu’ (tidak boleh mengadakan ritual di rumah), Massalanraseng alu’ (suami istri tidak boleh berhubungan badan).

Acara Malling ini berlangsung selama 5 hari di rumah adat Tomatoa, tiga hari di rumah adat Gella, serta satu hari di rumah penduduk. Setelah acara Malling ini selesai maka ditutup kembali dengan upacara Mabbahang, yaitu evaluasi dari pelaksanaan pesta dan rencana-rencana pelaksananan tahun berikutnya. Inti dari pelaksanaan ritual Mappogau Sihanua ini adalah pemujaan leluhur menggunakan media tinggalan megalitik dan persembahan sesaji sebagai bentuk pengabdian manusia terhadap leluhurnya.

Nilai-nilai dalam Upacara Adat Mappogau Sihanua :
Pesta adat Mappogau Hanua tujuannya adalah untuk mengenang leluhur mereka, sebagai bagian dari kepetaniaannya. Masyarakat Karampuang sebagai masyarakat yang tetap memelihara tradisi mappogau hanua tentunya mengandung nilai yang diyakini baik oleh masyarakat pendukungnya. Adapun nilai-nilai yang dimaksud antara lain:

Nilai Solidaritas /Persatuan
Sebagai suatu pesta yang sangat meriah dan membutuhkan waktu lama, tentunya memerlukan tenaga dan biaya yang sangat besar. Ternyata tidak pernah menjadi halangan akibat biaya, seluruh warga siap membantu dan saling bahu-membahu dengan kesadaran bersama.

Nilai Filosofis dan Religi
Sebagai suatu kawasan yang sacral, kawasannya dianggap sebuah mikrokosmos yang wajib dijaga. Dengan demikian maka kegiatan dalam kawasan adatnya tidak dapat dipisahkan dan nilai religi yang dikandungnya.

Nilai Pelestarian Alam
Dalam menjalankan tradisinya, mereka harus dekat dan bersahabat dengan alam sekitarnya. Acara mappogau hanua tidak dapat dilaksanakan sebelum seluruh kawasan adat bersih dari kotoran dan hal-hal yang kotor.

Nilai Seni
Dalam menjalankan tradisinya, nilai-nilai seni sangat menonjol sehingga sekaligus berfungsi sebagai hiburan.

Sumber : Kikomunal-indonesia