BERANDANEWS – Palopo, Maraknya prostitusi dan adanya kasus asusila di Kota Palopo membuat pihak pemerhati kebijakan publik angkat bicara, hal ini juga berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan tim kolaborasi LSM dan Jurnalis beberapa waktu lalu.
Prostitusi di Kota Palopo sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir, termasuk tahun 2017 hingga 2024. Walaupun Polres Palopo telah menangani beberapa kasus prostitusi di berbagai lokasi, seperti SPBU Rampoang, Wisma Binturu, dan Terminal Kota Palopo, Namun hal itu tidak membuat efek jera bagi pelaku prostitusi.
Akhir tahun 2024, lalu Polres Palopo juga pernah mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang berkedok prostitusi online di sebuah Wisma di Kecamatan Wara Timur yang melibatkan seorang mucikari yang diduga mengorganisir kegiatan eksploitasi seksual terhadap tiga perempuan yang menjadi korban TPPO. Hal tersebut diketahui hanya kulitnya saja, masih banyak para mucikari lain dan pelaku seks komersial yang masih bergerak bebas di kota yang dijuluki Kota Religi ini.
“Bisnis lendir (prostitusi) di Palopo sudah menahun atau terjadi sejak lama, hal tersebut berlangsung sebab terindikasi dibekingi oknum aparat. Pemkot Palopo harus melakukan penanganan secara khusus terkait keberadaan PSK ini, beberapa kasus seperti prostitusi online juga terbongkar karena adanya laporan masyarakat, jadi seakan pemerintah terkait dan aparat penegak hukum tidak serius atau tidak bertindak nyata terhadap pengungkapan kasus-kasus ‘bisnis lendir’ di Kota Palopo, hanya menunggu laporan saja. Hal Ini tentunya memunculkan spekulasi bahwa beberapa oknum juga terlibat, karena seakan hal tersebut (‘bisnis lendir’, red) disamarkan atau sulit diungkap,” kata Wakil Ketua Dewan Penasehat LSM LP-KPK Andi Baso Tenriliwong usai melakukan investigasi, Palopo.
Menurutnya harus ada tindakan tegas dari pihak Pemkot dan Kepolisian, mengingat jika dibiarkan akan merusak generasi penerus bangsa, ditambah lagi kasus asusila yang terus menghantui masyarakat sejak setahun terakhir ini.
“Sebaiknya, PSK yang ada di Kota Palopo diikutkan latihan kerja di BLK dan diberi modal untuk usaha, apabila ada Perda barulah dikenakan denda tindak pidana ringan” Jelasnya.
Tambahnya, dan seharusnya pihak kepolisian menerapkan Undang Undang nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kepada mucikari dan pembeli yang ancaman hukumannya, pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling tinggi 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp120 Juta dan paling banyak Rp600 Juta.
“Jika UU TPPO diterapkan tentu akan memberikan efek jera pada mucikari dan pembeli PSK, dan saya juga berharap pihak terkait seperti Satpol PP, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta aparat terkait bekerjasama untuk memberantas prostitusi yang terus saja membayangi Kota Palopo ini”,tegasnya. (*)