Mahkamah Konstitusi gelar Sidang Pendahuluan Uji UU Kesehatan

Sidang Pendahuluan Uji UU Kesehatan

BERANDANEWS – Jakarta, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pemeriksaan Pendahuluan terhadap Perkara 111/PUU-XXII/2024 perihal Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

Berdasarkan siaran pers MK pada Selasa (27/8/2024), Sidang tersebut dilaksanakan pada Selasa 27 Agustus di Gedung MK, Jakarta Pusat. Sidang pendahuluan dimpin langsung oleh Ketua MK, Suhartoyo dan dua hakim konstitusi lainya yakni Ridwan Mansyur dan Daniel Yusmic.

Perkara a quo dimohonkan oleh seorang dokter spesialis sekaligus dosen ilmu kedokteran bedah plastik bernama Djohansjah Marzoeki. Pemohon menguji sejumlah pasal dalam UU a quo yang berbunyi:

  •  Pasal 1 angka 26 UU 17/2023
    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
    26. Kolegium adalah kumpulan ahli dari setiap disiplin ilmu Kesehatan yang mengampu cabang disiplin ilmu tersebut yang menjalankan tugas dan fungsi secara independent dan merupakan alat kelengkapan Konsil.
  • Pasal 272 ayat (2) dan (5) UU 17/2023
    (2) Kolegium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat kelengkapan Konsil dan  dalam menjalankan perannya bersifat independen.
    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kolegium, termasuk tugas, fungsi, dan wewenang diatur
    dengan Peraturan Pemerintah
  • Pasal 421 ayat (2) huruf b UU 17/2023
    (2) Lingkup pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    b. ketaatan terhadap standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur opersional, serta etika dan disiplin profesi.
  • Pasal 451 UU 17/2023
    Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Kolegium yang dibentuk oleh setiap organisasi profesi tetap diakui sampai dengan ditetapkannya Kolegium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 272 yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini.

Dalam permohonan tersebut, Pemohon menjelaskan bahwa pasal-pasal yang diujinya merupakan pasal-pasal pokok mengenai konstitusionalitas Kolegium yang independen. Lebih jauh, Pemohon meyakini bahwa etika dan disiplin profesi merupakan ranah profesi, sehingga Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak tepat melakukan pengaturan danpengawasan terhadapnya.

Pemohon juga menerangkan bahwa Kolegium hadir dan berfungsi sebagai badan akademis yang dasar pembentukannya dilakukan oleh pemilik kompetensi cabang ilmu tersebut, dalam hal ini ilmu kedokteran spesialis, sehingga tidak benar bila dibentuk dan dikendalikan oleh pemerintah atau Menteri Kesehatan. Untuk menguatkan argumennya, Pemohon turutmenyampaikan informasi lembaga pengawas dari berbagai profesi di Indonesia seperti advokat, notaris, dan hakim konstitusi.(*)