Komitmen Nyata Danny-Azhar cerminkan Konsep Politik Akar Rumput

Danny Pomanto Nekat Jajal Medan Berlumpur di Seko Luwu Utara

OPINI – Gerakan politik Danny-Azhar pada Pilgub Sulawesi Selatan 2024 memulai kampanyenya dengan simbol Sujud Jumat di Kabupaten Gowa dan menutupnya di Seko, wilayah terpencil di Luwu Utara. Kampanye ini bukan hanya mencakup pusat-pusat kota tetapi juga titik terjauh dan terpencil di Sulawesi Selatan.

Langkah ini merupakan komitmen nyata dalam memahami setiap wilayah, termasuk kultur sosial dan geografis masyarakat setempat.

Bagi Danny Pomanto dan Azhar, roadshow ini tidak hanya sekadar meraih suara tetapi adalah misi untuk secara bersama – sama menyentuh dan melibatkan rakyat secara langsung—suatu komitmen yang jarang kita temukan pada kandidat lainnya.

Pendekatan ini menarik untuk dilihat dari sudut pandang sosiologis politik, khususnya teori partisipasi politik yang dikemukakan oleh Gabriel Almond dan Sidney Verba dalam buku mereka The Civic Culture.

Almond dan Verba menyoroti pentingnya partisipasi politik dalam membangun budaya demokrasi yang sehat, di mana kehadiran dan keterlibatan langsung pemimpin memainkan peran penting dalam mendorong kepercayaan publik dan partisipasi aktif masyarakat.

Dengan melibatkan diri di setiap sudut Sulawesi Selatan, Danny-Azhar tak hanya memposisikan diri sebagai pemimpin politik tetapi juga sebagai bagian dari rakyat yang memahami secara langsung tantangan dan kebutuhan mereka.

Dari perspektif sosiologi politik, kampanye Pasangan nomor urut 1 ini juga mencerminkan konsep politik akar rumput atau grassroots politics, di mana basis dukungan dibangun bukan melalui janji-janji besar di pusat kota, tetapi melalui keterlibatan langsung dan empati di pelosok-pelosok daerah.

Dalam kampanye dialogisnya, Danny-Azhar menembus batas geografis dan budaya, yang oleh Anthony Giddens dalam teorinya tentang strukturasi disebut sebagai upaya untuk menghubungkan agen (pemimpin) dengan struktur masyarakat (komunitas lokal) melalui hubungan yang langsung. Giddens melihat bahwa pemimpin yang memahami konteks sosial masyarakat setempat mampu membentuk kebijakan yang lebih relevan dan efektif.

Titik akhir di Seko, wilayah yang nun jauh, sangat terpencil, medangnya menukik, tajam, terjal, bebatuan, lumpur dengan jalan setapak nyebrang sungai tanpa jembatan mengandung simbolisme yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen mereka bukan sekadar janji, tetapi tindakan nyata untuk mencapai setiap pelosok, bahkan yang sering diabaikan oleh pemimpin sebelumnya.

Danny-Azhar seolah menegaskan bahwa politik bukan hanya untuk segelintir orang di pusat, tetapi untuk semua orang, termasuk mereka yang selama ini berada di pinggiran, dipolosok, bahkan dipulau terluar makassar dan sulawesi-selatan Langkah ini menunjukkan bahwa Danny-Azhar menginginkan pemerataan ekonomi, sosial, politik (Ekosop) yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat, yang menjadi inti dari visi mereka untuk “Sulawesi Selatan yang lebih merata dan berkeadilan”.

Pendekatan ini juga menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan yang kuat dan berdedikasi. Kampanye ini menunjukkan bukan hanya ambisi tetapi juga ketahanan, daya juang, dan ketekunan serta kerja keras mereka untuk menggapai setiap lapisan masyarakat dikota sampai ke pelosok desa/dusun.

Sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, Danny-Azhar memperlihatkan diri sebagai sosok yang cerdas dan militan yang mampu memahami bahwa memenangkan hati rakyat membutuhkan lebih dari sekadar retorika—ini adalah sebuah perjalanan panjang yang melibatkan komitmen untuk hadir, mendengarkan, dan merespons langsung kebutuhan rakyat di seluruh Sulawesi Selatan sesuai dengan yang sering diungkapkan oleh Danny Pomanto “lebih baik 1 bukti nyata dari pada 1000 janji”.

Akademisi UIN Alauddin Makassar, Ibnu Hajar Yusuf

Penulis
Dr. Ibnu Hadjar Yusuf, S.Sos.I, M.I.Kom
Akademisi UIN Alauddin Makassar