Terpisah, Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Budiman Sudjatmiko, menyampaikan bahwa pihaknya menghormati penuh putusan Mahkamah Konstitusi. Ia menilai bahwa prinsip kesetaraan hak antara anak yang bersekolah di negeri dan swasta harus diutamakan.
“Kita hormati putusan MK. Soal teknis, itu kewenangan Kementerian Dikdasmen. Kami tidak ingin mendahului. Akan tetapi intinya, hak anak di sekolah negeri dan swasta harus disamakan,” kata Budiman dilansir dari Antara.
Namun demikian, Budiman mengingatkan bahwa realitas di lapangan sangat kompleks. Menurutnya, tidak semua siswa di sekolah swasta berada dalam posisi ekonomi yang sama. Ia menyebut ada dua kelompok utama, mereka yang bersekolah swasta karena tidak diterima di negeri, dan mereka yang secara sadar memilih sekolah swasta elit dengan biaya tinggi.
“Orang sekolah swasta itu ada dua kemungkinan, yakni tidak diterima di sekolah negeri atau memang berasal dari keluarga sangat mampu yang sengaja memilih sekolah swasta yang mahal dan berkelas tinggi. Dua kelompok ini harus dibedakan perlakuannya,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa subsidi pendidikan tidak bisa diberikan secara seragam. Anak dari keluarga mampu yang bersekolah di lembaga elite tidak bisa memperoleh subsidi yang sama dengan anak dari keluarga miskin yang terpaksa bersekolah di swasta.
“Kebijakan publik tidak boleh digebyah-uyah atau disamaratakan. Harus ada klasifikasi dan pendekatan yang adil. Itulah pekerjaan rumah Kementerian Dikdasmen dalam menerjemahkan putusan MK secara teknis,” ujarnya.
Budiman juga menyarankan agar implementasi putusan MK dilakukan secara bertahap, sebagaimana pendekatan yang digunakan dalam program Makan Bergizi Gratis. Ia menyebut skema yang sama dapat diterapkan, dimulai dari daerah miskin dan kawasan 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
“Kami di BP Taskin kerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk membangun dapur gizi di kantong-kantong kemiskinan. Skema yang sama bisa diterapkan,” tandasnya.