OPINI – Setiap tanggal 17 Agustus, bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaannya, sebagai momentum yang penuh makna dan semangat untuk terus mempertahankan kedaulatan bangsa.
Kemerdekaan yang diraih pada tahun 1945 bukanlah semata-mata hasil perjuangan fisik melawan penjajah, tetapi juga perlawanan terhadap kolonialisme pikiran yang menekan martabat dan harga diri bangsa.
Kini, 79 tahun setelah proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia, khususnya para pemuda, dihadapkan pada tantangan baru dalam era digitalisasi dan globalisasi.
Peran Pemuda dalam Era Digitalisasi dan Globalisasi
Era digitalisasi membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk cara berkomunikasi, belajar, bekerja, dan berinteraksi secara sosial. Pemuda sebagai generasi penerus memiliki peran strategis dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Mereka diharapkan tidak hanya sebagai pengguna teknologi, tetapi juga sebagai inovator dan agen perubahan yang mampu membawa Indonesia bersaing di kancah internasional.
Namun, globalisasi juga membawa tantangan baru berupa disrupsi budaya dan ekonomi. Identitas nasional seringkali terancam oleh arus informasi global yang tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Dalam konteks ini, pemuda harus mampu menyaring informasi, mempertahankan budaya dan nilai-nilai lokal, serta memanfaatkan teknologi untuk memperkuat kemandirian bangsa. Dengan kreativitas dan semangat juang yang tinggi, pemuda dapat menjadi garda terdepan dalam menghadapi disrupsi ini.
Kolonialisme Pikiran
Di era kemerdekaan ini, kita sering mendengar istilah “kolonialisme pikiran,” sebuah bentuk penjajahan yang tidak tampak secara fisik tetapi berakar dalam pola pikir yang terbelenggu oleh pengaruh luar. Kolonialisme pikiran terjadi ketika individu atau bangsa kehilangan kemampuan untuk berpikir mandiri, terjebak dalam dogma dan ideologi yang tidak sesuai dengan konteks lokal, atau bahkan merasa inferior di hadapan bangsa lain.
Ironisnya, di era digital, kolonialisme pikiran bisa menjadi lebih berbahaya. Arus informasi yang tak terbendung, propaganda, serta manipulasi media sosial dapat mempengaruhi cara pandang masyarakat, terutama pemuda, terhadap identitas dan masa depan bangsa. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemuda untuk mengedukasi diri, membangun kesadaran kritis, dan memupuk rasa percaya diri yang kuat agar tidak mudah terjebak dalam penjajahan mental.
Menjaga Kemerdekaan di Era Digital
Kemerdekaan bukanlah sekadar warisan, tetapi sebuah tanggung jawab yang harus dijaga dan dipertahankan. Di era digital, perjuangan kemerdekaan telah bergeser dari pertempuran fisik menjadi pertempuran pemikiran dan inovasi. Pemuda Indonesia harus mampu memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk memperkuat kedaulatan bangsa, melawan kolonialisme pikiran, dan berkontribusi positif dalam perkembangan global.
Seperti halnya para pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan fisik bangsa ini, pemuda saat ini juga memiliki tugas yang tidak kalah penting: memastikan bahwa Indonesia tetap berdiri tegak di tengah arus globalisasi, dengan tetap menjaga identitas, kemandirian, dan harga diri sebagai bangsa yang merdeka.
Dengan semangat proklamasi 17 Agustus 1945, mari kita bersama-sama mengisi kemerdekaan ini dengan karya nyata, inovasi, dan kesadaran kritis yang mampu membawa Indonesia menuju kejayaan di era digital dan global.(*)
Penulis
Basri Gassing, S.Sos.I, MM
Sekretaris Umum Pemuda Perti Sulsel