BERANDANEWS – Jakarta, Putusan perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 yang menggugat pasal 169 huruf q undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu sebagaimana dimaknai dalam putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 akan diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini, Rabu (29/11).
“29 November 2023, 11:00 WIB. Nomor perkara 141/PUU-XXI/2023. Acara sidang pengucapan putusan,” demikian dikutip dari laman resmi MK, Rabu (29/11).
Adapun Perkara soal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama bernama Brahma Aryana itu menjalani sidang pemeriksaan yang singkat tanpa agenda mendengarkan keterangan ahli, DPR, dan Presiden.
Sementara itu, Brahma menilai pasal tersebut pada frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai “yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah tingkat provinsi”.
Menurutnya frasa tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena pada tingkat jabatan apa yang dimaksud pemilihan umum itu. Brahma menginginkan hanya pemilihan setingkat gubernur yang belum berusia 40 tahun yang dapat mengajukan diri sebagai calon dan calon wakil presiden.
“Terhadap pemaknaan yang dituangkan dalam amar putusan (Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023) yang mengikat menggantikan ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 telah membuka peluang bagi setiap warga negara yang pada usia terendah 21 tahun dapat mendaftarkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden sepanjang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah,” kata Kuasa Hukum Brahma, Viktor Santoso Tandiasa di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/).
Menurut Viktor, frasa tersebut akan mempertaruhkan nasib keberlangsungan bangsa Indonesia yang memiliki luas serta penduduk yang sangat banyak. Untuk itu, dia menegaskan bahwa permohonannya itu adalah syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden berusia 40 tahun atau pernah/sedang menjabat sebagai kepala daerah setingkat gubernur.
“Sehingga Pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi, ‘Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi’,” ujar Viktor.
Menanggapi permohonan pemohon tersebut, Suhartoyo mengatakan pemohon perlu untuk menyertakan legal standing yang diperkuat dengan argumen agar berlaku hanya untuk gubernur.
“Pasal ini sebenarnya untuk kepentingan siapa saja sebenarnya, ini harus diberikan argumentasinya,” jelas Suhartoyo.
Kemudian, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah mengatakan permohonan ini sejatinya sudah terakomodir pada putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023. Sebab, hal tersebut ada pada dissenting dan concurring opinion putusan tersebut.
“Pada pasal itu, ada amar dan dissenting dan concurring opinion. Ini hukum acaranya di sini, dengan ini akan paham arti dari dissenting opinion yang NO (niet ontvankelijke verklaard atau putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil) dan tolak, sedangkan yang kabul sekian hakim itu, berarti ada alasan berbeda. Pahami konteksnya,” tandas Guntur.
Sebelumnya, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
“Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah,” kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10).
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin. Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.
Adapun mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaqibbirru Re A selaku pemohon dalam perkara itu juga memiliki pandangan tokoh ideal sebagai pemimpin bangsa Indonesia yakni mengidolakan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka periode 2020-2025.
Sebab, dia menilai pada masa pemerintahannya, Gibran mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Surakarta sebanyak 6,23 persen padahal pada saat awal menjabat sebagai Wali Kota Surakarta pertumbuhan ekonomi Surakarta justru sedang minus 1,74 persen.
Terlebih, pemohon menganggap Wali Kota Surakarta sudah memiliki pengalaman membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara.(*)