OPINI – Klientalisme dan Dinasti Politik merupakan suatu fenomena yang masih melekat dalam praktik demokrasi secara khusus dalam konteks electoral dan kedaerahan.
Klientalisme menjadi hal yg biasa di gunakan para politisi (Khususnya Pertahanan), itu dikarenakan para politisi mengangap hal ini mempermudah kepentingan untuk kembali memenangkan kontestasi politik khususnya pemilihan kepala daerah (pilkada). Sehingga hal tersebut membuat potensi lahirnya kekuasaan politik atau dinasti politik.
Belakangan ini Demokrasi lokal Sering kali dihadapkan dengan paradoks yang bukan lagi rahasia, klientelisme dan dinasti politik., lebih khusus di arena lokal. Otonomi daerah yang mestinya mampu menjaga keberlanjutan demokrasi, justru terperosot dan menjadi cikal bakal dari mulai terbentuknya elite-elite lokal baru hingga kemunculan dinasti politik yg saat ini tersebar di banyak daerah di Indonesia.
Akibatnya, secara reguler saat kontestasi politik digelar, para kandidat yang berasal dari keluarga politik seperti Istri kepala daerah yg masih aktif (pertahanan), Anak dan keluarga dekat akan ikut serta berlaga dalam kompetisi. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan status quo melalui skema pemilihan yang dilakukan secara demokratis.
Menjelang pilkada serentak yg akan di laksanakan dalam waktu dekat ini khsusnya di kota makassar, seperti yang kita ketahui bersama istri dari walikota makassar ikut serta dalam kompetisi kali ini. Sehingga menimbulkan banyak spekulasi di ruang publik sebab keluarga yang memiliki afiliasi politik cenderung mendapatkan previlage untuk memgakses berbagai program pemerintah yang sedang berjalan.
Selain itu, Salah satu Partai politik dalam kontestasi pilkada kota makassar turut menjadi aktor utama dalam mempertahankan status quo keluarga politik. Hal ini tercermin dari lemahnya kaderisasi di internal partai politik dan cenderung mendorong dalam mengusung serta mendukung kontestan yang berasal dari keluarga politik.
Penulis
Wahyudi Arifin
Mahasiswa S2 Universitas Hasanuddin