Dialog Lintas Agama FKUB Sulsel : Puasa dan Nilai Kemanusiaan dalam Perspektif Agama Agama

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Selatan menggelar Dialog Lintas Agama, bertempat di Warkop Arnum, Jalan Tupai Makassar,

BERANDANEWS – Makassar, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Selatan menggelar Dialog Lintas Agama, dengan mengangkat tema ” Puasa dan Nilai Kemanusiaan dalam Perspektif Agama Agama”, bertempat di Warkop Arnum Jalan Tupai Makassar, Kamis (04/4).

Dialog Lintas Agama FKUB Sulsel ini dibuka langsung oleh Kakanwil Kemenag Sulsel, Muhammad Tonang

Hadir sebagai narasumber, Ketua MUI Sulsel, Prof Nadjamuddin AS, MA,
Perwakilan Keuskupan Agung Makassar, Darius Allo Tangko, Sekretaris PGIW Sulselbara, Pdt. Yohanis , Permabudhi Sulsel, Hemajayo Thio, Walubi Sulsel Roy Ruslim, Ketua Matakin Sulsel, Ws.Dr. Ferdy Sutono, MS,

Ketua FKUB Sulsel, Prof Dr. H.Wahyudin Naro, M.Hum mengatakan Dialog Lintas Agama yang mengangkat tentang puasa dan nilai kemanusiaan merupakan penekanan bahwa puasa bukan hanya dilakukan agama Islam saja, namun puasa sudah menjadi ritual nenek moyang.

“Puasa bukan hanya dilakukan umat Islam saja, namun puasa sudah menjadi ritual nenek moyang, bahkan di Alquran sendiri disebut kewajiban berpuasa seperti yang dilakukan umat sebelum kamu”, terangnya.

Wahyudin Naro juga menyebut, dalam agama lain pun, puasa mengajarkan umatnya sebagai pengendalian diri, meski waktu dan cara pelaksanaannya berbeda, misalnya puasa nusantara dan puasa diagonal, dan sebagainya.

“Puasa mengandung nilai kemanusiaan yang mengajarkan umatnya bagaimana mengendalikan diri, meski waktu dan cara pelaksanaannya berbeda beda, sebagai contoh puasa nusantara yang dilakukan nenek moyang kita dan puasa diagonal, dan sebagainya”, jelas Prof Naro.

Sementara, mewakili Ketua PGIW Sulselbara, Sekretaris PGIW Sulselbara, Pendeta Yohanis Metris, menyampaikan bahwa seluruh umat beragama beribadah dengan keyakinan masing masing, terkait soal puasa dilakukan umat kristen, itu dilaksanakan puasa selama 40 hari, menahan diri dengan tidak melakukan perbuatan tercela dan lainnya.

Unsur yang penting dalam puasa kristen itu menurut Pendeta Yohanis adalah Doa, yakni merendahkan diri dihadapan Tuhan, menyadari diri sebagai mahluk yang lemah.

Sedangkan Ketua MUI Sulsel Prof Nadjamuddin menyebut dalam islam kembali menekankan puasa sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan seperti dengan kewajiban bagi umat terdahulu.

Menurutnya sempurnanya Puasa jika sudah melaksanakan zakat fitrah.

Kemudian Perwakilan Keuskupan Makassar Pastor Darius Allo menyampaikan puasa dalam katolik itu waktunya 40 hari. Dalam puasa ada disebut dengan aksi puasa pembangunan. Yaitu dengan menyisikan harta untuk kegiatan kegiatan sosial. Puasa dilakukan dengan tujuan pertobatan dan kemanusiaan dengan membantu dan saling mengasihi.

Sedangkan konsep puasa dalam agama Hindu, tujuannya menjalin kedekatan dengan maha kuasa, dengan melaksanakan puasa di hari kamis suci dan hari raya nyepi.

Sama dengan yang lainnya, Puasa dalam hindu adalah Menahan lapar dan haus, termasuk nafsu dengan waktu 24 jam sesuai dengan kemampuan.

Kemudian dalam Agama Buddha Roy Ruslim menjelaskan Puasa dalam
Puasa dilaksanakan biasanya 2 hari dalam sebulan dengan mengamalkan sisi moralitas dalam agama buddha. Waktunya berpuasa yaitu dari matahari terbit hingga matahari terbit berikutnya.

Sedangkan Romo Hemajayo Thio, menjelaskan dalam agama Buddha, kewajiban Puasa dengan tidak makan dan minum dilaksanakan diwaktu waktu tertentu. Tujuannya menahan diri dari dorongan dan keinginan untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang.

Sementara Ketua Matakin Sulsel, Dr. Ferdy Sutono, MS, menyebut Puasa dalam agama Khonghucu adalah ibadah yang arahnyna mensucikan diri secara rohani dan jasmani kepada tuhan yang maha kuasa. Puasa sebagai sarana mengendalikan diri, dan pertobatan.

Usai pemaparan masing-masing perwakilan agama, dilanjutkan dengan buka puasa bersama. (*)