Belum Ada Kejelasan Ganti Rugi, Warga Gowa Geruduk Proyek Strategis Nasional Bendungan Jenelata

BERANDANEWS – Gowa, Ribuan warga kembali menggelar aksi unjuk rasa di lokasi proyek pembangunan Bendungan Je’nelata, Dusun Mannyampa, Desa Tanakaraeng, Kecamatan Manuju, Gowa.

Aksi kali ini melibatkan warga dari lima desa di dua kecamatan. Empat desa berasal dari Kecamatan Manuju, yakni Desa Bilalang, Desa Moncongloe, Desa Tanakaraeng, dan Desa Pattallassang.

Sementara itu, satu desa lainnya berasal dari Kecamatan Bungaya, yaitu Desa Bissoloro.

Koordinator aksi dari aliansi Gerakan Rakyat Manuju-Bungaya, Hendra, mendesak agar BPN, Balai Pompengan, BBWS, PPK, serta seluruh lembaga terkait segera melakukan pembayaran pembebasan lahan milik warga yang masuk dalam area konstruksi.

“Tuntutan kami kepada semua pihak, baik BPN, Balai Pompengan, BBWS maupun PPK, adalah agar segera memenuhi kewajiban pembayaran pembebasan lahan masyarakat yang masuk area konstruksi Bendungan Je’nelata,” jelas Hendra, Kamis (2/10/2025).

Hendra juga meminta agar aktivitas pembangunan di lokasi dihentikan sementara hingga ganti rugi lahan warga diselesaikan.

“Karena belum ada kejelasan dan penjelasan soal pembayaran ganti rugi, maka masyarakat meminta pembangunan dihentikan sementara waktu,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa warga menuntut adanya laporan progres pembebasan lahan setiap bulan sebagai bentuk transparansi dan edukasi kepada masyarakat.

Selain itu, Hendra menekankan agar BPN segera mengumumkan daftar nominatif (Danom) 150 bidang tanah yang dijanjikan pada September lalu.

“Kami mendesak BPN untuk segera mengumumkan daftar nominatif 150 bidang tanah. Hingga memasuki bulan Oktober, belum ada kejelasan,” tutupnya.

Hal senada diungkapkan salah seorang warga, Sapiuddin Daeng Kila (50), warga Dusun Maccini Dalle, Desa Moncong Loe, Kecamatan Manuju. Ia mengaku resah lantaran lahan dan rumahnya yang berada tepat di depan tanggul bendungan belum mendapat kepastian pembayaran.

“Lahan saya sekitar satu hektare, termasuk rumah di depan tanggul. Pembayaran pernah dilakukan sekitar tahun 2021, tapi baru 10 persen yang dibayarkan. Padahal proyek ini ditargetkan rampung 2028,” ujar Sapiuddin.

Ia khawatir hingga bendungan selesai nanti, hanya 30–40 persen lahan yang dibayarkan. “Sementara kami sudah tenggelam di sini,” ungkapnya.

Sapiuddin juga mengingatkan agar ada transparansi pembayaran lahan setiap bulan. Ia bahkan menyinggung pengalamannya saat terdampak pembangunan Bendungan Bili-bili.

“Ibarat itik mandi di air, tapi mati kehausan. Orang lain menikmati hasilnya, sementara kami yang terdampak justru dirugikan,” tuturnya.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BBWS, Andi Ratmiadi, yang sempat menemui massa aksi pada 1 Oktober lalu, menyampaikan bahwa dana sekitar Rp128 miliar telah tersedia untuk pembayaran ganti rugi lahan, namun masih menunggu data dari P2T.

“Benar, ada dana Rp128 miliar. DIPA kami tersedia. Namun sifatnya dinamis, apakah nanti ditop-up atau dialihkan, karena akhir tahun biasanya begitu. Kami sudah koordinasi dengan Jakarta, pembangunan bendungan jenelata prioritas maka lahan harus tersedia utk konstruksi,” ujar Andi Ratmiadi, saat dikonfirmasi. Jum’at (03/10/2025)

Ratmiadi menegaskan, proses pengadaan tanah bukan sepenuhnya kewenangan BPN, melainkan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yang terdiri dari unsur BPN, pemerintah daerah, camat, hingga desa.

“P2T yang mengelola data, lalu menyerahkannya ke kami untuk dibayarkan. Kendalanya, mereka sangat berhati-hati dalam administrasi dan verifikasi di lapangan, sehingga agak lambat,” jelasnya.

Ia juga menyebutkan, ada 77 bidang tanah ditambah 29 yang akan segera dibayarkan setelah penilaian KJPP rampung.

“Paling lambat akhir November sudah bisa dibayarkan setelah tahapan pengadaan tanahnya selesai selesai. “katanya.

Lanjutnya, Menjawab pertanyaan soal kecukupan dana, Ratmiadi menyebut jika anggaran Rp128 miliar diperkirakan cukup untuk membiayai 77 dan 29 bidang yang menjadi target pembebasan.

“Kalau dihitung, sepertinya cukup. Dgn asumsi nilai pengadaan tanah tahap 1 sampai 3 yaitu sekitar Rp2 miliaran per hektare. Tapi ini masih dinamis, tergantung hasil penilaian KJPP. Kalau kurang, bisa segera dilaporkan ke jkt terangnya.

Ia menambahkan, dana yang tidak terpakai akan segera ditarik untuk dialihkan ke proyek lain.

Ratmiadi juga menyebutkan jika masih ada kendala teknis terkait lahan yang masuk kawasan hutan atau milik aset PTPN Namun, koordinasi terus dilakukan.

“Kami sudah koordinasi dengan BPN, P2T, dan Satgas A dan B Rencananya, Senin kami ke BPKH Wilayah VII untuk membahas kawasan hutan dan PTPN I regional 8, lalu Rabu rapat di Kejati,” pungkasnya.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) selaku Ketua P2T juga memberikan penjelasan. Melalui Kepala Seksi Survei dan Pemetaan, Dedi Rahmat Sukarya, menyampaikan perkembangan pengukuran dan verifikasi lahan.

Ia menjelaskan, dalam struktur panitia, BPN membentuk dua satuan tugas (Satgas): Satgas A yang menangani pengumpulan data fisik lahan, dan Satgas B yang memverifikasi dokumen kepemilikan.

Dedi Rahmat Sukarya, yang juga Ketua Satgas A, mengungkapkan bahwa hingga saat ini sudah ada 256 bidang tanah yang terukur. Jumlah ini lebih banyak dari target tahap keempat yang diminta BBWS.

“Di Moncong Loe ada 120 bidang, Tanakaraeng 30 bidang, Pattallikang 88 bidang, dan Bissoloro 26 bidang,” jelas Dedi, jum’at (03/10/2025)

Dari jumlah itu, BPN telah mengumumkan 150 bidang pada September lalu, sementara 95 bidang lainnya masih dalam proses.

Namun, BPN mengakui masih ada kendala, seperti tanah yang diklaim PTPN 14 dan lahan yang masuk kawasan hutan berdasarkan SK 362/2019 dan SK 434/2009. Untuk itu, BPN akan menggelar rapat pendampingan dalam forum yang berisikan stakeholder tekait,termasuk aparat penegak hukum.

“Sebagian daftar nominatif dan peta bidang tanah yang sudah clean and clear telah kami serahkan ke BBWS untuk ditindaklanjuti oleh appraisal,” tegasnya.

Adapun rinciannya, di Moncong Loe ada 77 bidang yang datanya sudah diserahkan ke BBWS. Di Pattallikang, 29 bidang sudah diumumkan, tetapi masih menunggu administrasi sebelum diserahkan. Sementara di Bissoloro, 26 bidang masih dalam persiapan pengumuman.

Panitia pelaksana pengadaan tanah berharap koordinasi antar-lembaga dan masyarakat bisa semakin ditingkatkan agar proyek strategis nasional ini berjalan lancar dan baik sesuai ketentuan.

“Harapan kami, proyek Bendungan Je’nelata bisa terlaksana dengan baik sesuai aturan, karena manfaatnya akan sangat besar bagi masyarakat luas,” pungkas Dedi Rahmat Sukarya yang baru dua bulan menjabat sebagai Ketua Satgas A.(*)