
BERANDANEWS – Jakarta, Keberadaan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Jabatan Hakim merupakan kebutuhan mendesak dalam pembaruan sistem hukum nasional, meskipun RUU tersebut belum masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2029.
Hal itu disampaikan Plt Kepala Badan Keahlian DPR RI, Dr. Lidya Suryani Widayati dalam Webinar Konsultasi Publik bertajuk “Urgensi dan Pokok-Pokok Pengaturan RUU Jabatan Hakim” yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Dalam paparannya, Lidya menyoroti pentingnya posisi hakim dalam struktur negara hukum yang menjunjung prinsip rule of law, serta perlunya pengaturan menyeluruh mengenai jabatan hakim dalam satu sistem hukum yang terpadu.
“Jabatan hakim bukan sekadar posisi administratif, tetapi merupakan jabatan yang sarat dimensi konstitusional, filosofis, dan sosial. Sayangnya, hingga saat ini Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang secara komprehensif mengatur jabatan hakim,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa pengaturan mengenai hakim saat ini masih tersebar di berbagai undang-undang seperti UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Agung, UU Komisi Yudisial, maupun UU Peradilan Umum. Namun, menurutnya, pengaturan tersebut bersifat parsial dan belum terintegrasi dalam satu sistem hukum yang utuh.
Lidya memaparkan empat urgensi utama pembentukan RUU Jabatan Hakim. Pertama, dari sisi konstitusional, Pasal 24B UUD NRI Tahun 1945 menekankan pentingnya kekuasaan kehakiman yang merdeka, yang juga menuntut adanya perlindungan hukum terhadap hakim dalam menjalankan tugasnya.
“Kedua, dari perspektif good governance, harus ada standar yang jelas mengenai rekrutmen, jenjang karier, evaluasi kinerja, hingga sistem disiplin dan kesejahteraan hakim. Tanpa itu, muncul potensi penyalahgunaan wewenang atau intervensi dalam proses peradilan,” ungkapnya.
Ketiga, ia menilai perlu adanya mekanisme pengawasan etik yang efektif dan tegas terhadap hakim, tanpa mengganggu independensi lembaga peradilan. Terakhir, Lidya menekankan bahwa profesi hakim sangat rentan terhadap tekanan dan ancaman, terutama saat menangani perkara sensitif.
“Karena itu, RUU Jabatan Hakim juga harus memuat perlindungan hukum, jaminan keamanan pribadi, dan kesejahteraan yang layak agar hakim dapat menjalankan fungsinya secara objektif dan berintegritas,” pungkasnya.
Badan Keahlian DPR RI akan terus mendorong dialog akademik dan konsultasi publik guna membangun kesadaran kolektif tentang urgensi pengaturan jabatan hakim yang komprehensif dalam sistem perundang-undangan nasional. (*)