BERANDANEWS – Makassar, Kesadaran masyarakat menjadi poin penting dalam
menekan dan menghindari fenomena perang kota atau perang kelompok di Kota Makassar.
Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Kota Makassar, Supratman saat menjadi narasumber pada kegiatan Dialog Publik yang mengangkat tema, “Perang Kota, Patologi Sosial atau Kegagalan Pemerintah?” yangndilaksanakan oleh Pengurus Wilayah Persatuan Pemuda Tarbiyah Islamiyah (Perti) Sulawesi Selatan, bertempat di Solution Coffee, Jalan Aroepala Makassar, Senin (08/12/2025) malam.
“Penekanannya yang pertama itu, mulai dari membentuk kesadaran masyarakat, ini yang perlu diperhatikan, sehingga kriminalitas atau perang kelompok antar pemuda bisa diredam,” jelasnya.
Menurut Supratman, selain kesadaran, perlu juga penekanan pada ahlak kepada masyarakat, adanya ruang berekspresi dan dukungan anggaran pembinaan dari pemerintah.
“Yang paling penting itu ahlaknya dulu kita bentuk, kemudian pendidikannya, dan pemerintah harus hadir dalam memberi ruang untuk berekspresi yang tentunya didukung oleh anggaran pembinaannya,” jelas legislator dari Partai Nasdem ini.
Soal adanya stigma ketidak amanan di Kota Makassar kata Supratman, itu karena adanya sosial media yang menjadi ruang atau celah yang dapat memobilisasi terciptanya informasi yang diterima masyarakat secara mentah mentah bahwa Makassar tidak aman.
“Hadirnya informasi dari sosial media itu, kadang masyarakat menerima begitu saja, kemudian menyebarkan stigma negatif soal ketidakamanan, yang menjadi ruang atau celah yang dapat memobilisasi terciptanya informasi yang diterima masyarakat secara mentah mentah bahwa Makassar tidak aman. Kita harus bijak bersosial media,” tegasnya.
Sementara mewakili Kapolrestabes Makassar, Kapolsek Rappocini Kompol Ismail, menyebut sejauh ini kepolisian telah proaktif terhadap segala gangguan keamanan Kota.
“Kita cukup proaktif, terutama dalam pengawasan, patroli siang hingga malam, bahkan kita berharap juga ada perhatian dan pengawasan dari orangtua agar tidak membebaskan anaknya keluar dimalam hari. Ini untuk mencegah pengaruh dari luar yang dapat memunculkan kenakalan remaja, pengaruh minuman keras, narkoba dan dampak merugikan lainnya,” terang Kompol Ismail.
Sementara menurut Syukurman, Perang Kota dan patologi sosial ini disebabkan karena tidak berfungsinya “kartu pengaman” atau pranata sosial seperti keluarga, organisasi kepemudaan, adat.
Pada saat bersamaan Aparat Penegak Hukum (APH) hanya merespon kasus kasus yang viral.
“Hadirnya Perang Kota dan patologi sosial ini, bisa saja disebabkan tidak berfungsinya “kartu pengaman” atau yang dimaksud dengan pranata sosial seperti keluarga, organisasi kepemudaan, hingga organisasi ada, dan pada saat bersamaan aparat kepolisian atau APH hanya merespon kasus kasus yang viral,” ujar Penulis Buku Patologi Peradaban ini.
Sementara Narasumber dari Sosiolog Unhas, Rahmat Muhammad menyebut, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah termasuk kepolisian perannya kurang maksimal, dalam penanganan masalah yang dihadapi di Kota Makassar, sehingga Makassar mendapat stigma tidak aman.
“Timbulnya perang kelompok, itu bisa saja disebabkan karena kurangnya kepercayaan masyarakat, baik kepada pemerintah dan kepolisian. Selain itu, belum maksimalnya peran pemerintah dalam menangani berbagai masalah kriminalitas sehingga Makassar mendapat stigma tidak aman, yang mungkin membuat orang takut berkeliaran di jam jam tertentu, seperti dimalam hari, bagaimana menciptakan investasi kalau kotanya saja tidak aman?,” jelasnya.
Dialog Publik yang rencananya menghadirkan narasumber dari Pemerintah Kota Makassar, dalam hal ini Sekretaris Daerah Kota Makassar, justru tidak hadir dalam forum yang tujuannya, untuk mencari solusi atas masalah masalah yang dialami masyarakat di Kota Makassar ini.
“Forum ini sebenarnya untuk mencari solusi, duduk bersama membahas masalah yang dihadapi kota ini, tapi sangat disayangkan, perwakilan dari pemerintah kota seolah-olah abai.dan tidak punya niat baik untuk sama sama mencari solusi agar kejadian seperti perang kelompok tidak terjadi lagi,” tegas Sul, salah satu peserta Dialog dari kalangan mahasiswa ini.(*)





