Tahun Anggaran Hampir Usai, Rute Sea Plane Sulsel Tak Kunjung Ada

BERANDANEWS – Makassar, Program pesawat amfibi (sea plane) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan kembali menuai sorotan. Bukan soal seremoni peluncuran, melainkan janji operasi layanan pada Desember yang kini hampir berakhir tanpa kejelasan rute dan infrastruktur serta seluruh kebutuhan adminsitrasinya Tahun anggaran segera berganti, sementara jalur penerbangan yang dijanjikan tak kunjung tampak.

Tiga rute yang sejak awal diklaim siap—Makassar–Selayar, Makassar–Samalona, dan Makassar–Pangkep—hingga kini belum menunjukkan kesiapan minimal sebagai bandara perairan. Tidak ada dermaga apung operasional, tidak ada fasilitas keselamatan, dan tidak ada kepastian titik sandar pesawat.

Ketua Harian Laskar Sulawesi Selatan, Ilyas Maulana, S.H., menyebut situasi ini sebagai kegagalan perencanaan yang serius.

“Ini bukan lagi soal launching. Pemerintah menjanjikan operasi November, bukan seremoni. Sekarang Desember hampir lewat, rutenya tidak ada, infrastrukturnya nihil,” kata Ilyas, Selasa (30/12/2025).

Menurut Ilyas, secara regulatif Dishub Sulsel tidak bisa berdalih pada tahapan perencanaan semata. Dalam penyelenggaraan transportasi udara perairan, kata dia, kesiapan prasarana adalah syarat mutlak sebelum layanan dioperasikan.

“Kalau rute Makassar–Selayar, Samalona, dan Pangkep disebut siap, tunjukkan bandara perairannya. Jangan rute hanya hidup di atas kertas,” ujarnya.

Ia menyoroti anggaran sekitar  kurang lebih Rp1,8 miliar yang dialokasikan untuk detail engineering design (DED). Menurutnya, DED tanpa realisasi fisik menjelang akhir tahun anggaran patut dipertanyakan.

“DED itu alat, bukan tujuan. Kalau tahun mau habis dan tidak satu pun rute bisa dioperasikan, maka program ini gagal secara administratif dan substantif,” kata dia.

Ilyas juga menilai penggunaan pesawat sewaan tanpa kepastian bandara perairan berpotensi melanggar prinsip efisiensi dan akuntabilitas keuangan negara.

“Ini uang publik. Tidak boleh dibelanjakan untuk program yang tidak berjalan. Kalau hanya menyewa pesawat tanpa jalur yang siap, itu pemborosan yang bisa berimplikasi hukum,” ujarnya.

Sorotan utama, kata Ilyas, tetap tertuju pada Dinas Perhubungan Sulawesi Selatan sebagai penanggung jawab teknis.

“Dishub harus menjelaskan: di mana titik operasional Makassar–Selayar, Makassar–Samalona, dan Makassar–Pangkep? Kalau tidak ada, maka siapa yang bertanggung jawab atas janji operasi Novemberi ni?” katanya.

Secara normatif, pembangunan dan pengoperasian bandara perairan tunduk pada regulasi keselamatan penerbangan, tata ruang pesisir, serta persetujuan teknis lintas instansi. Tanpa pemenuhan itu, layanan tidak boleh dijalankan.

“Ini bukan sekadar program yang tertunda. Ini menyangkut integritas perencanaan pemerintah daerah. Kalau tahun berganti dan rute tetap kosong, maka publik berhak menyebutnya sebagai program gagal,” ujar Ilyas.

Hingga berita ini diturunkan, Dinas Perhubungan Sulawesi Selatan belum memberikan penjelasan resmi terkait kepastian operasi sea plane, kesiapan bandara perairan, maupun realisasi rute Makassar–Selayar, Makassar–Samalona, dan Makassar–Pangkep.(*)