BERANDANEWS – Palopo, DIKPUS. LPP.SEGEL.RI melalui sekjend SYAMSURYADI, S.H Bakal Laporkan pekan depan Dinas Perkim Palopo ke APH terkait Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Kota Palopo yang diduga Kemahalan Harga atau Markup Anggaran, yang dimana Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) untuk mendapatkan nilai harga satuan permeter melalui Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Saat dikonfirmasi penerima manfaat RTLH yang dipilih sebagai ketua Juardi mengatakan, kami mendapatkan bantuan dari APBN 50 juta untuk APBD 15 juta per Unit kebetulan saya dipercaya dari 29 penerima untuk mengatur semua.
“Dari 29 Unit RTLH yang dapat ada 15 Unit yang tidak mendapatkan karena tanah yang dia dihuni sekarang bukan atas namanya sehingga mereka tidak dapat,” ungkap Juardi
Sisi lain, menurut sumber informasi yang enggan disebut namanya yang merupakam mantan pensiunan team TFL saat dikonfirmasi mengatakan, untuk pembangunan baru RTLH maksimal 50 juta kalau untuk rehabilitasi 20 sampai 25 juta dinda.
“Untuk Anggaran Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau bedah rumah dari pemerintah pada tahun 2025 bervariasi tergantung kebijakan daerah, tetapi nilai umumnya berkisar antara Rp20 juta hingga Rp50 juta per unit. Bantuan ini ditujukan untuk perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH) dan bukan untuk membangun rumah baru tipe 36 secara penuh,” Imbuhnya
Terkait dua mata anggaran yang berbeda DAK dan DAU pada satu item pembangunan RTLH kami dulu tidak bisa karena double accounting.
“Kalau kami kemarin dinda tidak boleh double accounting, tidak tau kalau sekarang coba di kaji dulu dinda adakah regulasi baru terkait itu,” jelasnya.
Lanjut, Syamsuryadi, menduga team Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) menentukan nilai anggaran Rp. 65.000.000 per Unit yang diduga Kemahalan harga atau markup anggaran hingga penyalahgunaan wewenang atau persekongkolan dan pemufakatan, yang dimana pernyataan baco diatas maksimal 50 juta.
Adapun Nilai Anggaran per Unit Besaran bantuan ini tidak spesifik untuk tipe 36, melainkan untuk peningkatan kualitas rumah secara umum, dengan rincian sebagai berikut:
1. Nilai Umum: Banyak daerah mengalokasikan sekitar Rp20 juta per unit, di mana Rp17,5 juta untuk bahan bangunan dan Rp2,5 juta untuk upah tukang.
2. Nilai Maksimal: Beberapa pemerintah daerah (seperti di daerah lainnya sulsel) menganggarkan hingga Rp50 juta per unit, dengan Rp43 juta untuk material dan Rp6,5 juta untuk upah.
Nilai satuan per meter = Total Nilai Bantuan – Luas Bangunan (36 m²) Contoh Perhitungan : Jika total bantuan yang diterima adalah Rp20.000.000, maka nilai satuannya adalah:Rp20.000.000 / 36 m² Rp.555.555 per m² Jika total bantuan yang diterima adalah Rp50.000.000, maka nilai satuannya adalah:Rp50.000.000 /36 m² Rp.1.388.888 per m²
Perlu diingat, nilai ini adalah hasil bagi dari dana bantuan saja, yang mungkin tidak mencukupi untuk biaya konstruksi penuh rumah tipe 36 dari nol. Biaya bangun rumah secara umum di tahun 2025 diperkirakan berkisar antara Rp.3,5 juta hingga Rp.6 juta per m² tergantung kualitas bahan dan lokasi.
Regulasi utama yang mendasari program bantuan RTLH meliputi:
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Peraturan Menteri PUPR yang spesifik mengatur mengenai mekanisme dan standar teknis pelaksanaan BSPS (misalnya, Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023 yang mengatur standar luas bangunan rumah subsidi, minimal 21 m² dan maksimal 36 m²).
2. Peraturan Menteri Sosial No. 6 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Permensos No. 20 Tahun 2017 tentang Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
3. Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati/Wali Kota setempat (seperti yang ditemukan dalam hasil pencarian, Perbup Kotawaringin Barat No. 28 Tahun 2021) yang merinci petunjuk pelaksanaan dan teknis penyaluran bantuan di tingkat lokal.
Kuat Dugaan ada kejanggalan persekongkolan dan pemufakatan hingga penyalahgunaan wewenang dalam soal anggaran yang digelontorkan Dinas Perkim Kota Palopo untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, tumpang tindih (double accounting) dari dua sumber anggaran yang berbeda (DAK dan DAU).
“Kami juga menduga kuat terjadi Maladministrasi, hingga Markup anggaran,” terangnya
Bahwa penyalahgunaan wewenang yang kami maksud sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 (sebagaimana perubahannya
Undang-undang No 20 Tahun 2001) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto
KUH Pidana pasal 263 ayat (1) dan (2) tentang Pemalsuan Dokumen Juncto Undang-undang
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah Pasal 34 ayat (1) dan (2) Juncto Peraturan
Pemerintah No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 124 ayat (1) dan (3).
“Bahwa berdasarkan permasalahan tersebut diatas, lembaga kami memandang perlu untuk
melakukan klarifikasi atas hasil investigasi kami dilapangan sebelum melaksanakan pelaporan resmi ke aparat penegak hukum, guna mencegah terjadinya kerugian negara yang lebih besar, serta mencegah terjadinya kembali hal serupa,” tegasnya.
“Kami juga menantang dan mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) hingga KPK untuk segera menindaklanjuti Laporan resmi Lembaga kami nantinya,” tutupnya. (Isn)





