
BERANDANEWS – Jakarta, Di tengah meningkatnya kebutuhan tenaga kesehatan berkualitas, Komisi IX DPR RI menegaskan bahwa Uji Kompetensi (UKOM) tidak boleh diperlunak, karena menjadi satu-satunya filter yang memastikan setiap lulusan layak memberikan layanan medis kepada masyarakat.
Penegasan itu disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani dalam RDP dengan Kemenkes, Diktiristek, KKI, dan Kolegium Kesehatan Indonesia di Ruang Rapat Komisi IX, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Netty menilai UKOM merupakan aspek yang paling menentukan dalam menjaga mutu tenaga kesehatan di Indonesia. Ia menegaskan bahwa profesi kesehatan berada pada level risiko tinggi karena berkaitan langsung dengan keselamatan manusia. Karena itu, standar kelulusan tidak boleh dipengaruhi tekanan politis, tekanan institusi, atau keluhan mengenai tingkat kesulitan.
“Lulus atau tidaknya seseorang dalam UKOM menjadi cerminan apakah ia siap menangani pasien. Kita tidak boleh mengendurkan standar hanya untuk menyenangkan pihak tertentu,” ujar Legislator Fraksi PKS.
Menurut Netty, sejumlah kasus pelanggaran disiplin yang masuk ke MKDKI menunjukkan masih adanya tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan elementer seperti salah diagnosa, tidak memahami SOP, hingga kurangnya keterampilan teknis. Ia menegaskan bahwa kondisi tersebut merupakan bukti nyata bahwa penguatan UKOM tidak hanya relevan, tetapi mendesak.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa negara juga wajib memastikan mahasiswa mendapatkan kesempatan yang adil dalam mengikuti UKOM. Ia menyoroti persoalan biaya, perbedaan fasilitas persiapan antar kampus, hingga akses informasi teknis mengenai pelaksanaan.
“Jangan ada mahasiswa yang gagal ikut UKOM hanya karena tidak mampu membayar atau tidak mendapat pembekalan memadai. Pemerintah harus menjamin kesetaraan akses,” tegasnya.
Netty juga menyampaikan keprihatinan terhadap keterlambatan penerbitan Juknis UKOM yang seharusnya menjadi pedoman bagi kampus dalam mempersiapkan mahasiswa. Tanpa Juknis, proses pembelajaran tambahan di semester akhir tidak bisa disusun secara optimal.
“Keterlambatan regulasi berdampak langsung pada mutu lulusan. Ini harus diprioritaskan,” katanya.
Selain memperkuat UKOM, Netty mendorong pembenahan menyeluruh pada sistem pendidikan kesehatan, mulai dari kurikulum, standar rumah sakit pendidikan, hingga pengawasan mutu kampus. Ia menilai bahwa pemerataan kualitas pendidikan merupakan kunci utama agar lulusan dari daerah manapun memiliki kompetensi setara.
“Harus ada evaluasi menyeluruh. Jangan sampai kampus kecil tertinggal dan akhirnya mahasiswanya gagal UKOM bukan karena tidak kompeten, tetapi karena fasilitasnya tidak memadai,” tambahnya.
Menutup pernyataannya, Netty menegaskan bahwa Komisi IX akan terus mengawasi pelaksanaan UKOM agar berlangsung transparan, adil, dan berorientasi pada keselamatan publik.
“Ini bukan sekadar ujian. Ini gerbang terakhir yang memastikan rakyat mendapat layanan kesehatan yang aman dan bermutu,” pungkasnya. (*)




