
BERANDANEWS – Jakarta, Terkait pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengenai pemerkosaan massal 1998, menjadi sorotan beberapa waktu belakangan ini.
Fadli menegaskan bahwa pernyataan sebelumnya merupakan pendapat pribadi. Ia mengaku mengutuk perisitiwa perkosaan tersebut.
“Saya sekali lagi dalam posisi yang mengutuk dan mengecam itu juga,” ujar Fadli Zon dalam rapat kerja bersama dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu, (2/7/2025) kemarin.
Selain itu,Fadli Zon berkukuh pemerkosaan itu tak bisa disebut terjadi secara massal.
“Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis,” kata Fadli
Politisi partai Gerindra ini membandingkan dengan jumlah korban yang dibantai oleh tentara Jepang yang mencapai 200 ribu orang di Nanjing, Cina. Fadli juga mencontohkan kasus massal dalam pembantaian warga muslim Bosnia yang jumlahnya ia perkirakan hingga 50 ribu nyawa.
Dengan contoh kasus genosida itu, ia menyebut agar suatu kasus disimpulkan sebagai bentuk kejahatan massal maka harus terekam dalam dokumentasi yang akurat. Mantan Wakil Ketua DPR itu mengaku telah membaca temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Kerusuhan 1998 dan tetap meragukan pemerkosaan terjadi secara massal.
Fadli mengklaim dia mengutuk segala macam kekerasan terhadap perempuan. “Cuma secara spesifik tadi. Kalau ada sedikit perbedaan pendapat terkait dengan diksi (massal) yang menurut saya itu mungkin kita bisa dokumentasikan secara lebih teliti lagi ke depan,” kata dia.
Politikus Gerindra itu juga menyatakan tidak bermasuk untuk mengurangi atau menghilangkan fakta sejarah. Ia pun menyatakan kelompok pelaku pemerkosaan harus dihukum selama bisa dilacak identitasnya.
“Kalau misalnya memang bisa ditelusuri kelompoknya, pelakunya. Kan masalahnya itu belum menjadi sebuah fakta hukum,” tuturnya kemudian.
Pernyataan Fadli itu mendapat perlawanan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Wakil Ketua Komisi X DPR Maria Yohana Esti Wijayati menitikkan air mata dan menyela Fadli Zon. Esti menilai Fadli tidak memiliki sensitivitas terhadap kejadian yang dialami oleh korban pemerkosaan massal.
“Semakin Pak Fadli Zon ini bicara, rasanya kenapa semakin sakit ya? Soal pemerkosaan, mungkin sebaiknya enggak perlu di forum ini, Pak,” kata Esti.
Fadli Zon terlalu mengedepankan teori karena menuntut pembuktian dan mengesampingkan kesaksian korban.
“Penjelasan Bapak yang sangat berteori seperti ini, dengan mengatakan Bapak juga aktivis pada saat itu, itu justru akan semakin membuat luka dalam,” ujarnya. (*)