BERANDANEWS – Jakarta, Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengumumkan tujuh lokasi pembersihan hasil sedimentasi yang tersebar di perairan laut Jawa, Selat Makassar, Natuna, dan Natuna Utara. Secara rinci tujuh lokasi itu berada laut Kabupaten Demak, Kota Surabaya, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, perairan sekitar Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan, serta perairan di sekitar Pulau Karimun, Pulau Lingga, dan Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
Ekspor pasir laut yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Hingga kini puluhan perusahaan berlomba mendaftar sebagai pengeruk pasir, setidaknya sudah ada 66 perusahaan yang sedang mengantre pengajuan izin pengelolaan pasir laut ke KKP
Merespon hal tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mendesak pemerintah untuk meninjau ulang dampak kerugian lingkungan terhadap perizinan kembali ekspor pasir laut setelah dilarang selama 20 tahun.
“Ini harus ditinjau kembali. Kalau saya mengkritisi bahwa di (kebijakan) sini ada potensi ekonomi, tetapi bisa jadi keuntungan ekonomi yang diperoleh itu tidak lebih besar dari dampak yang ditimbulkannya,” kata Amin dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis (19/9) kemarin.
Di sisi lain, Politisi Fraksi PKS itu juga mempertanyakan seberapa banyak potensi pengerukan dan pengawasan sedimentasi laut yang akan diekspor.
“Walaupun Presiden Jokowi menegaskan ini sedimentasi laut, bukan pasir laut, itu dua hal yang berbeda. Tetapi kita akan tetap menduga kuat bahwa itu nanti yang dikeruk adalah pasir laut,” tuturnya.
Aleg dari Dapil Jawa Timur IV itu menyinggung pengalaman pengerukan pasir laut dan ekspor besar-besaran ke Singapura yang menimbulkan dampak signifikan terhadap kerusakan ekosistem laut.
“Bukan saja terganggunya ekosistem laut, spesies laut, rusaknya lingkungan, biota laut, dan mangrove, juga akan terdampak,” ujar Amin.
“Tentu kita tahu bahwa selama ini pemerintah jug sangat lemah dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap eksploitasi sumber daya kelautan,” tambahnya.
Amin berpendapat bahwa tindakan pemerintah yang membuka jalur ekspor pasir laut bertentangan dengan tujuan Indonesia dalam mencapai green economy (ekonomi hijau) yang ramah lingkungan.
Parahnya lagi, pengerukan pasir laut juga akan berdampak pada erosi pantai yang ikut menggerus infrastruktur atau pemukiman warga di sekitarnya, sehingga berpengaruh juga terhadap mata pencaharian nelayan yang selama ini menggantungkan hidupnya pada laut.
“Oleh karena itu, kami sangat menyarankan pada pemerintah hendaknya kalau mau melahirkan kebijakan seperti ini harus melibatkan pakar lingkungan dan ekologi. Sudah siapkah kita untuk mengantisipasi dampak-dampak yang ditimbulkan agar tetap menguntungkan masyarakat Indonesia?!,” jelas Amin.(*)