ICW : Korupsi di Sektor Pendidikan sebanyak 240 Kasus, KPK Tekankan Pembelajaran Antikorupsi

Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BERANDANEWS – Jakarta, Kasatgas II Direktorat Jejaring Pendidikan KPK, Sari Angraeni, memaparkan bahwa Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sebanyak 240 kasus korupsi di sektor pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum sepanjang Januari 2016 hingga September 2021, menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,6 triliun.

“Masyarakat Indonesia saat ini semakin permisif terhadap korupsi. Menurut Indeks Perilaku Antikorupsi 2023-2024, memanfaatkan hubungan keluarga untuk kemudahan proses penerimaan siswa dan mahasiswa baru dianggap wajar oleh masyarakat,” tutur Sari dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (15/8).

Sari menekankan bahwa pendekatan antikorupsi harus mencakup seluruh elemen dalam ekosistem pendidikan, tidak hanya guru atau dosen, tetapi juga rektor dan kementerian pendidikan. Keberhasilan pendidikan antikorupsi, menurutnya, dapat diukur dari seberapa banyak masyarakat yang menyadari bahwa korupsi adalah perilaku yang tidak dapat diterima.

Selain itu, ICW mencatat bahwa jumlah kasus korupsi di tingkat desa adalah yang terbesar sepanjang 2023. Meskipun jumlah kasus yang berhasil terpantau tergolong kecil jika dibandingkan dengan total 75.265 desa di seluruh Indonesia, Sari mengingatkan bahwa ini bisa jadi merupakan fenomena gunung es.

Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hepnu Nur Prihatmanto, memberikan rekomendasi untuk pencegahan korupsi di desa. Ia menekankan perlunya sistem pendeteksian dan pencegahan korupsi yang mudah dipahami oleh masyarakat desa, serta pembentukan lembaga yang melakukan audit dan monitoring atas kebijakan pencegahan korupsi secara berkelanjutan di tingkat desa.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Telkom University, Andry Alamsyah, menambahkan pentingnya penggunaan uang digital sebagai alat untuk melawan korupsi. Ia menjelaskan bahwa transparansi dan traceability—adanya catatan yang membuat semua transaksi transparan dan mudah diaudit—dapat mengurangi transaksi tunai dan shadow economy.

“Financial inclusion dan accountability, termasuk transfer bantuan sosial yang tidak melalui desa, sangat penting. Antikorupsi harus menjadi prioritas utama, dan teknologi adalah alat yang memberdayakan transparansi serta akuntabilitas, memastikan setiap transaksi bersih dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelas Andry.(*)