BERANDANEWS – Maros, Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Guru Madrasah Indonesia (DPD PGMI) Kabupaten Maros menggelar seminar penguatan moderasi beragama, di Hall Grand Waterboom Maros, Sabtu (25/5).
Ketua DPD PGMI Kabupaten Maros, Muh. Akib, menyampaikan kegiatan yang menargetkan 300 guru sudah melebihi target, bahkan ada peserta dari Kabupaten Pangkep.
“Ini bagian dari upaya guru di Kabupaten Maros melakukan penguatan moderasi beragama di madrasah, ini butuh pemahaman yang matang.”, jelas Muh Akib.
Sementara Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan (Kakanwil Kemenag Sulsel) H. Muh. Tonang mengharapkan bukti implementasi moderasi beragama, mewujud dalam praktik keseharian dan menjadi sebuah sistem dalam lingkungan kerja.
“Program ini, kita mau menjadi sebuah sistem, terinternalisasi dalam tugas fungsi, di pelayanan pendidikan, keagamaan dan bisa mensupport seluruh kegiatan di Kementerian Agama,” jelas Kakanwil HM. Tonang.
Menurut HM Tonang, Moderasi beragama erat kaitannya dengan interaksi kemanusiaan yang bisa terwujud dalam sikap.
“Moderasi beragama juga berkaitan dengan interaksi kemanusiaan kita. Bukan soal agama saja, tetapi juga menyangkut hubungan tata kelola pemerintahan. Di pelayanan publik, kita harus implementasi moderasi beragama bisa mewujud dalam sikap.
Kakanwil juga menyebut, bahwa di internal Kemenag sudah dilakukan berbagai sosialisasi, FGD, bahkan sudah ada penggerak dan pelopor moderasi beragama.
“Ini soal pemahaman perilaku, berinteraksi bersama. Makna lebih luas, tentu berkaitan dengan interaksi sesama manusia, sesama anak bangsa. Awalnya, sesuai fitrah kita berbeda, maka kita bisa saling memahami. Selanjutnya kita bisa naikkan levelnya, saling menghormati dengan orang yang berbeda dengan kita. Kita naikkan lagi setelah saling menghormati, maka kita bisa bekerja sama dengan mereka yang berbeda. Tapi, relasi itu tadi harus tegas soal komitmen kebangsaan. Harus tegas, kepada pihak yang tidak mau mendukung program moderasi beragama.”
Selain itu moderasi beragama erat kaitannya dengan prinsip Pancasila, soal kebangsaan, persatuan, keadilan dan seterusnya. Untuk itu HM Tonang berharap khusus di madrasah, kepada para pendidik dan tenaga kependidikan untuk bisa lebih riil mewujudkan moderasi beragama.
“Konten moderasi beragama. Saya sudah keliling, belum ada madrasah yang memasang penanda misalnya, bahwa madrasah terkait memasifkan prinsip-prinsip moderasi beragama. Salah satu poin moderasi beragama, penghargaan budaya lokal. Kita punya pesan leluhur, sering kita aplikasikan tapi jarang kita sebut. Banyak pesan leluhur, ini tidak pernah kita simpan di madrasah. Padahal bisa menjadi pengingat bagi kita. Yang ada justru pesan berbahasa Inggris, padahal pesan lokal leluhur, bisa jadi spirit dalam pelayanan”, jelasnya.
Dalam skala makro, Kakanwil menyebut indikator penting dari dampak isu moderasi beragama di masyarakat.
“Apa dampak perilaku terkait moderasi beragama di internal kita terhadap publik. Cuma satu ukuran, terkait proses Pemilu 2024. Pemilu yang baru-baru ini, berlangsung dengan damai dan tidak mencuat isu-isu politik identitas yang mengatasnamakan agama dan semacamnya. Ini bukti penting.”, tambahnya.
Turut hadir dalam seminar, Kasubtim Kurikulum dan Evaluasi MA/MAK Direktorat KSKK Madrasah Kemenag RI, Dr. Zulkifli yang mengurai spirit kurikulum merdeka, kurikulum yang menghargai segala potensi peserta didik, termasuk bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.(*)