BERANDANEWS – Makassar, Pj Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin, menyambut kedatangan Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trasmigrasi (Wamendes PDTT), Prof. Paiman Raharjo di Sulsel. Penyambutan dikemas dalam acara silaturahmi bersama dengan kepala OPD lingkup Pemprov Sulsel dan akademisi, di Pelataran Inninawa (Lakipadada) Rumah Jabatan Gubernur, Selasa malam, (10/10).
“Malam ini kita kedatangan tamu istimewa, Wamendes PDTT RI. Beliau ini adalah guru saya dan sahabat saya dan beliau tadi sudah memberikan inspirasi banyak kepada kita,” kata Bahtiar.
Paiman yang juga Rektor Universitas Moestopo Jakarta dalam sambutannya memberikan arahan bagaimana mengelola desa. Bahtiar menyebutkan, Ini sejalan dengan program prioritasnya satu tahun ke depan. Desa ini adalah ujung tombak pembangunan, pemerintahan dan ujung segalanya. Maka desa maju, Provinsi Sulsel maju, Indonesia maju.
“Maka kita harus membuat cara, cara baru yang lebih efektif mengatasi masalah yang Pak Presiden sampaikan soal inflasi dan stunting, dan seterusnya. Saya kira desa-desa di Sulsel akan maju dan berkembang jika program-program tadi yang berbasis dengan kultur dan alam dengan sosial budaya kita, baik perikanan, kelautan maupun peternakan. Saya kira itu fokus kita, termasuk kekuatan sumber daya desa yang sudah dialokasikan Presiden Jokowi luar biasa. Ini harus kita manfaatkan peluang ini,” ujarnya.
Adapun Paiman menyatakan, membangun dari desa merupakan salah satu program Jokowi dalam Nawacita, yaitu membangun dari pinggiran.
“Bagaimana cara kita meningkatkan atau membangun sebuah desa, tentunya seperti yang disampaikan Pak Gubernur bahwa kita harus berdasarkan potensi dan kultur. Tidak bisa kita membangun sebuah desa yang beda dengan konsep yang di desa yang beda dengan kultur dan potensi yang ada di desa,” jelasnya.
Oleh karena itu, kata Paiman, apa yang telah dimiliki desa dan sudah dikembangkan oleh desa. Itu yang harus dikonsep, misalnya kulturnya pertanian ataupun perikanan, tetapi dipaksa menjadi industri, itu akan sulit akan maju, karena kulturnya beda.
Lanjutnya, membangun desa ini, juga harus mencari sebuah potensi kearifan lokal desa, dengan adanya kearifan lokal desa, dikembangkan kemudian diboomingkan, ini akan menjadi nilai ekonomi. Sesuatu yang memiliki nilai ekonomi ketika berkembang di suatu desa, maka desa itu akan bisa menopang ekonomi nasional.
Pemerintah memberikan alokasi dana desa yang setiap tahunnya meningkat. Tahun 2022 sebanyak Rp68 triliun, 2023 sebanyak Rp70 triliun dan 2024 sebanyak Rp80 triliun.
Khusus Kementerian Desa ini, bertugas memantau dan memonitoring penggunaan dana desa. Sedangkan pengelola dana desa itu langsung dari Kementerian Keuangan. Sedangkan setiap tahun memiliki prioritas yang berbeda.
“Tahun lalu kita tidak ada untuk prioritas stunting. Tapi tahun ini ada, kemudian ketahanan pangan, kemudian juga untuk masalah sosial untuk bansos dan sebagainya,” urainya.
Sehingga, lanjutnya, memang dalam menangani kemiskinan desa itu kita tidak bisa dari program pemerintah saja. Tetapi, bagaimana partisipasi dari masyarakat dan pengusaha dalam rangka untuk menumbuh kembangkan desa. Misalnya dalam pemberdayaan BUMDes. Masyarakat juga dapat berpatisipasi dalam permodalan. Sehingga permodalan internal dari masyarakat itu sendiri akan memperkuat perekonomian desa.
Adapun program Budidaya Pisang yang digalakkan di Sulsel dinilainya efektif dalam mengatasi persoalan pangan, stunting dan kemiskinan. Pisang sebagai komoditi yang secara kultural dekat dengan masyarakat Sulsel.
“Saya sendiri mendukung kebijakan Pak Gubernur untuk meningkatkan jumlah lahan dalam rangka untuk budidaya pisang. Saya kira ini bagus karena rata-rata di Sulawesi ini pohon pisang itu bisa tumbuh dan berkembang mudah. Oleh karena itu, ini perlu diboomingkan bahkan ini menjadi sebuah ikon untuk Pak Gubernur sebagai provinsi pisang. Jadi punya sebutan, itu akan menjadi potensi wilayah ini juga bisa wisata nanti, karena pisang,” pungkasnya.(*)