Tradisi Unik Mallanca, Adu Betis ungkap Rasa Syukur

Tradisi Mallanca

BUDAYA | Tradisi Mallanca merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang diperoleh, setiap tahunnya masyarakat Sulawesi Selatan melakukan tradisi Mallanca atau adu betis. Umumnya, mallanca dilakukan oleh masyarakat Bugis, Makassar, dan Toraja.

Arti kata Mallanca berasal dari kata ‘lanca’ yang berarti menyepak menggunakan tulang kering. Sementara itu, sasarannya adalah ganca-ganca atau bagian kaki di atas tumit.

Permainan yang biasanya dilakukan oleh sekumpulan pria ini, di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros. Tradisi ini diselenggarakan di makam Gallarang Moncongloe. Makam tersebut merupakan makam leluhur desa Moncongloe yang merupakan paman dari Raja Gowa, Sultan Alauddin.

Mallanca biasanya dilakukan oleh banyak pria yang akan dibagi ke dalam dua tim, yang tiap timnya terdiri dari dua anggota. Dua orang dari masing-masing tim inilah yang nantinya akan menjadi penendang dan pemasang kuda-kuda. Tim yang memasang kuda-kuda harus memastikan tidak jatuh saat betisnya dihantam oleh kaki lawan.

Permainan yang dilakukan di dalam sebuah lingkaran besar ini biasanya berlangsung selama empat jam. Namun, hal yang perlu ditekankan adalah tradisi ini bukan sebuah kompetisi, sehingga tidak memiliki pemenang.

Tradisi adu betis ini hanya bertujuan untuk mengetahui kekuatan setiap pemain serta untuk mengingat jasa leluhur, mesti hanya dilakukan satu tahun sekali karena sawah di Moncongloe hanya panen setiap setahun sekali.

Tradisi ini sarat akan nilai kebersamaan yang tercermin dari kebersamaan masyarakat setempat saat bersama-sama memeriahkan tradisi ini yang mengandung nilai solidaritas, patriotisme, serta kebersamaan.(*)